KH. Abdul
Mutahlib Muhyiddin, lahir di
Amuntai, Minggu, 18 Agustus 1918 M (Bertepatan dengan 11 Zulqa'dah 1336 H). Sejak
kecil beliau sudah mengaji beberapa kitab dengan beberapa ulama di Lok Bangkai
dan Sungai Banar. Pendidikan yang pernah ditempuh adalah Inlandse School
(1927), kemudian meneruskan ke Madrasah Arabische School yang
didirikan oleh KH. Abdurrasyid (1938). Selanjutnya meneruskan ke Kweekschool
Islam Pondok Modern Gontor Ponorogo selesai tahun 1942.
Beliau
merupakan seorang pendidik sejati. Sejak lulus dari Pondok Gontor beliau
langsung mengabdikan diri menjadi guru hingga akhir hayat beliau. Sejak tahun
1942 beliau telah aktif mengajar di Perguruan Islam Rakha Amuntai. Menjadi guru
agama di SMP Negeri Amuntai (1948-1949), SMA Negeri Amuntai (1961-1967) dan SMA
Islam Rakha Amuntai (1964-1967), serta menjadi Dosen di Fakultas Ushuluddin
IAIN Antasari (1961-1974).
Jabatan yang
pernah beliau duduki adalah menjadi Wakil Direktur Perguruan Rakha (1945), dan
pada tahun 1949 beliau diangkat menjadi Direktur menggantikan posisi KH. Idham
Chalid yang ditangkap NICA. Ketua Direktur Sekolah Persiapan (SP) IAIN Antasari
tahun 1966. Jabatan lainnya, sebagai Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN
Antasari (1970-1972) dan Pjs. Dekan Fakultas Tarbiyah Rakha Amuntai (1972-1974).
Dalam bidang
politik, beliau menjadi anggota DPRD Kab. HSU (1950), Anggota Dewan Pemerintah
Daerah Sementara (DPDS) tahun 1952-1956, dan menjadi Wakil Ketua DPRD Kab. HSU
tahun 1966.
Disamping mengajar, beliau
juga produktif menulis kitab, diantaranya: “At-Tasawuful Islamy”
(berbahasa arab), “Majmu’ul Ad-Iyah”, “Pengetahuan Agama Islam: Budi
Pekerti”, “Tahap-Tahap Kehidupan Manusia”, “Sendi Islam”, “Risalah
Ushuluddin”, “Ilmu Tauhid”, “Mudzakarah Taawuf” dan
lain-lain.
Meninggal 10 April 1974 M (17 Rabiul Awwal 1394 H) dan dimakamkan di Desa Palampitan Amuntai.
Diantara kalam
beliau:
“Bergaul dengan orang baik-baik dapat mendidik diri berkelakuan
baik”
“Kesempurnaan akhlaq adalah kesempurnaan agama Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad Saw. Maka apabila seseorang tidak berakhlaq berarti ia
kehilangan separo agamanya, dia lebih dekat kepada kekafiran. Karena itu,
ukuran baiknya iman seseorang tergantung sekali dengan baiknya akhlaq dan makin
bertambah sempurna akhlaq itu, bila iman kepercayaan kepada Allah semakin kuat”
(Depetik dari buku
“Pengetahuan Agama Islam, Budi pekerti” Karangan KH. Abdul Muthalib Muhyiddin. Penerbit
: Warga Racha, Amuntai, 1970)
“Dalam aqidah Islam, manusia
wajib memelihara dan menjaga fungsi kebaikan dan kemuliaan perikemanusiaannya,
karena itu tidak dibolehkan (haram) merendahkan dirinya dengan menyembah
benda-benda makhluk baik benda-benda yang dilangit seperti matahari, bulan,
bintang-bintang, kilat petir dan sebagainya, maupun yang di bumi seperti
menyembah gunung-gunung, candi-candi, kayu-kayuan, batu-batu patung berhala,
dan sebagainya. Manusia wajib tunduk dan menyembah hanya kepada Allah Swt
Maha Pencipta seluruh alam saja”
“Selama manusia menjaga kebaikan dan kehormatan serta kemualiaan
dirinya, selama itu pula ia patut menerima kehormatan dan kemuliaan, dan patut
pula ia dihormati dan dimuliakan”.
“Manusia akan diuji, karena itu dijadikan_Nya manusia mendengar
dan melihat, hal ini mengandung pengertian suatu kewajiban bagi manusia
berusaha mencari ilmu-ilmu pengetahuan untuk memahami, meneliti dan menyelidiki
maksud dan tujuandari syariat islam itu, termasuk mencari pengertian untuk
menyingkap menggali segala hikmat, rahasia-rahasia kejadian alam semesta ini,
agar dapat diambil manfaat yang sebesr-bearnya dan sebaik-baiknya, bagi
kehidupannya di dunia serta kebahagiaannya di hari akhir kelak”
“Dalam melakukan ibadah, menghajatkan suatu ketelitian dan
keterampilan pelaksanaannya, ibadat wajib, harus dilaksanakan menurut
syarat-syarat dan rukun-rukunnya, kalau tidak, maka ibadat itu tidak akan syah
(bathal).Begitu pula amal-amal tatawwu’, jika tidak teliti melakukannya ia akan
melahirkan kerugian dan bahaya, seperti seorang dokter atau perawat dalam
melakukan amal pengobatanny, bila kurang teliti menurut aturan-aturan (resep)
yang telah ada pada jenis-jenis obat, maka berbahayalah si pasien, dan
sia-sialah (rugi) tenaga dokter dan perawat itu, ia tidak sukses”.(Dipetik dari buku ” Tahap-tahap Kehidupan Manusia menurut
Pandangan Islam” Karangan KH. Abdul Muthalib Muhyiddin. Penerbit : Gunung
Jati,Jakarta, 1983).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar