Senin, 10 April 2017

KH.ABDUL MUTHALIB MUHYIDDIN




KH. Abdul Mutahlib Muhyiddin,  lahir di Amuntai, Minggu, 18 Agustus 1918 M (Bertepatan dengan 11 Zulqa'dah 1336 H). Sejak kecil beliau sudah mengaji beberapa kitab dengan beberapa ulama di Lok Bangkai dan Sungai Banar. Pendidikan yang pernah ditempuh adalah Inlandse School (1927), kemudian meneruskan ke Madrasah Arabische School yang didirikan oleh KH. Abdurrasyid (1938). Selanjutnya meneruskan ke Kweekschool Islam Pondok Modern Gontor Ponorogo selesai tahun 1942.


Beliau merupakan seorang pendidik sejati. Sejak lulus dari Pondok Gontor beliau langsung mengabdikan diri menjadi guru hingga akhir hayat beliau. Sejak tahun 1942 beliau telah aktif mengajar di Perguruan Islam Rakha Amuntai. Menjadi guru agama di SMP Negeri Amuntai (1948-1949), SMA Negeri Amuntai (1961-1967) dan SMA Islam Rakha Amuntai (1964-1967), serta menjadi Dosen di Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari (1961-1974).


Jabatan yang pernah beliau duduki adalah menjadi Wakil Direktur Perguruan Rakha (1945), dan pada tahun 1949 beliau diangkat menjadi Direktur menggantikan posisi KH. Idham Chalid yang ditangkap NICA. Ketua Direktur Sekolah Persiapan (SP) IAIN Antasari tahun 1966. Jabatan lainnya, sebagai Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari (1970-1972) dan Pjs. Dekan Fakultas Tarbiyah Rakha Amuntai (1972-1974).
Dalam bidang politik, beliau menjadi anggota DPRD Kab. HSU (1950), Anggota Dewan Pemerintah Daerah Sementara (DPDS) tahun 1952-1956, dan menjadi Wakil Ketua DPRD Kab. HSU tahun 1966.

Disamping  mengajar, beliau juga produktif menulis kitab, diantaranya: “At-Tasawuful Islamy” (berbahasa arab), “Majmu’ul Ad-Iyah”, “Pengetahuan Agama Islam: Budi Pekerti”, “Tahap-Tahap Kehidupan Manusia”, “Sendi Islam”, “Risalah Ushuluddin”, “Ilmu Tauhid”, “Mudzakarah Taawuf” dan lain-lain.

Meninggal 10 April 1974 M (17 Rabiul Awwal 1394 H) dan dimakamkan di Desa Palampitan Amuntai.

Diantara kalam beliau:
“Bergaul dengan orang baik-baik dapat mendidik diri berkelakuan baik”
“Kesempurnaan akhlaq adalah kesempurnaan agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Maka apabila seseorang tidak berakhlaq berarti ia kehilangan separo agamanya, dia lebih dekat kepada kekafiran. Karena itu, ukuran baiknya iman seseorang tergantung sekali dengan baiknya akhlaq dan makin bertambah sempurna akhlaq itu, bila iman kepercayaan kepada Allah semakin kuat” (Depetik dari buku “Pengetahuan Agama Islam, Budi pekerti” Karangan KH. Abdul Muthalib Muhyiddin. Penerbit : Warga Racha, Amuntai, 1970)
 “Dalam aqidah Islam, manusia wajib memelihara dan menjaga fungsi kebaikan dan kemuliaan perikemanusiaannya, karena itu tidak dibolehkan (haram) merendahkan dirinya dengan menyembah benda-benda makhluk baik benda-benda yang dilangit seperti matahari, bulan, bintang-bintang, kilat petir dan sebagainya, maupun yang di bumi seperti menyembah gunung-gunung, candi-candi, kayu-kayuan, batu-batu patung berhala, dan sebagainya. Manusia wajib tunduk dan menyembah hanya kepada Allah Swt Maha Pencipta seluruh alam saja”
“Selama manusia menjaga kebaikan dan kehormatan serta kemualiaan dirinya, selama itu pula ia patut menerima kehormatan dan kemuliaan, dan patut pula ia dihormati dan dimuliakan”.
“Manusia akan diuji, karena itu dijadikan_Nya manusia mendengar dan melihat, hal ini mengandung pengertian suatu kewajiban bagi manusia berusaha mencari ilmu-ilmu pengetahuan untuk memahami, meneliti dan menyelidiki maksud dan tujuandari syariat islam itu, termasuk mencari pengertian untuk menyingkap menggali segala hikmat, rahasia-rahasia kejadian alam semesta ini, agar dapat diambil manfaat yang sebesr-bearnya dan sebaik-baiknya, bagi kehidupannya di dunia serta kebahagiaannya di hari akhir kelak”
“Dalam melakukan ibadah, menghajatkan suatu ketelitian dan keterampilan pelaksanaannya, ibadat wajib, harus dilaksanakan menurut syarat-syarat dan rukun-rukunnya, kalau tidak, maka ibadat itu tidak akan syah (bathal).Begitu pula amal-amal tatawwu’, jika tidak teliti melakukannya ia akan melahirkan kerugian dan bahaya, seperti seorang dokter atau perawat dalam melakukan amal pengobatanny, bila kurang teliti menurut aturan-aturan (resep) yang telah ada pada jenis-jenis obat, maka berbahayalah si pasien, dan sia-sialah (rugi) tenaga dokter dan perawat itu, ia tidak sukses”.(Dipetik dari buku    ” Tahap-tahap Kehidupan Manusia menurut Pandangan Islam” Karangan KH. Abdul Muthalib Muhyiddin. Penerbit : Gunung Jati,Jakarta, 1983).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar