Jumat, 04 Agustus 2017

Prof. Dr. ASMARAN AS, MA



Prof. DR. Asmaran AS, MA  bin Asmullah, lahir di Juai, Kabupaten Hulu Sungai Utara (Sekarang masuk wilayah kabupaten Balangan), pada Sabtu, 5 Maret 1955 M (bertepatan dengan 11 Rajab 1374 H).
Pendidikan formal pertama beliau peroleh di Pondok Pesantren “Rasyidiyah Khalidiyah” Amuntai, lalu kuliah pada Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin. Sedangkan jenjang Magister dan Doktoral beliau selesaikan di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Beliau adalah Guru Besar (Profesor) bidang tasawuf pada Fakultas Ushuluddin  IAIN Antasari, sekaligus sebagai Direktur Program Pasca Sarjana IAIN Antasari  Banjarmasin.
Sebagai ahli dalam bidang kajian tasawuf, beliau juga ada menulis buku/ kitab diantaranya “Pengantar Studi Tasawuf” dan “Pengantar Studi Akhlak”.


Diantara kalam beliau:

“Dalam hidup ini tidak semua bisa diilmiahkan. Banyak hal yang hanya bisa dijawab dengan kacamata supranatural. Dan, keajaiban itu terjadi, karena orang tersebut maqamnya telah melewati dari tingkatan orang awam. Sunnatullah itu diberikan Allah Swt berkat amaliah yang bersifat rutin”.

“Inti dari riyadhah (latihan pembiasaan) -dan mujahadah (paksaan atau kesungguhan dalam diri  sendiri) itu adalah tarbiyah, artinya menjadi kepribadian yang utuh. Kalau sampai ketingkat ini, maka hati akan menegur bila kita akan berbuat kesalahan”.

“Ada ayat al-Qur’an yang menyatakan bahwa Allah tidak menerima amal seseorang kecuali dariorang yang takwa. Maksudnya, takwa itu memelihara diri dari perbuatan dosa, termasuk memelihara diri dari yang haram. Kita tidak boleh mengambil barang yang haram. Barang yang haram kalau dibawa beribadah, ibadahnya sah tapi boleh jadi ibadahnya tidak diterima. Misalnya, shalat pakai baju hasil korupsi atau hasil mencuri. Syariaatnya benar saja, namun belum tentu ibadah tersebut bisa diterima”.

“Ajaran sempalan (menyimpang, pen) dapat muncul dan berkembang karena gurunya dianggap wali, jamaahnya tidak mengenal ajaran Islam dengan baik, materi ajarannya tidak seperti yang diajarkan ulama pada umumnya, ilmu sang guru dinggap tinggi, disampaikan secara rahasia ditengah malam, bersikap eksklusif (tertutup) dengan menganggap orang lain tidak sempurna keislamannya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar