Jumat, 04 Agustus 2017

H. MUHAMMAD SYARBAINI HAIRA, M.Si



Drs. H.M. Syarbani Haira, M.Si  bin KH. Muhammad Ramli Anang, lahir di Amuntai Utara, Jum’at, 2 Mei 1958 M (bertepatan dengan 12 Syawal 1377 H). Mempunyai latar pendidikan MI “Nurul Wahidah” Amuntai (1970) kemudian masuk PGAN 6 tahun di Amuntai (1975). Selanjutnya kuliah pada Fakultas Dakwah  IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1978). Sedangkan program Pasca Sarjana diselesaikan pada tahun 1998 di Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Dalam keorganisasian beliau pernah aktif  sebagai Ketua Rayon PMII Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga (1980-1981), Wakil Ketua KNPI Kalsel, wakil Sekretaris AMPI Kalsel, Ketua Dewan Syuro Mesjid Kampus “As-Su’ada” Universitas Nahdlatul Ulama Kalimantan Selatan (UNUKASE). Sekretaris Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kalsel periode 2020- 2025. Di Nahdlatul Ulama (NU) beliau pernah menjadi Wakil Sekretaris PWNU Kalsel dan menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Propinsi Kalimantan Selatan selama 10 tahun (2007 – 2017).

Sejak muda beliau sudah menggeluti jurnalistik dan gemar menulis.Beliau pada tahun 1979-1983  pernah  berkecimpung di Lembaga Pers mahasiswa (LPM),  kemudian pada tahun 1984-1992 terjun ke Lembaga Pers Umum seperti Surat kabar Harian “Merdeka”, Harian “Prioritas” (Jakarta) dan Harian “Surya” Surabaya.

Menurut beliau, dakwah dapat melalui “Dakwah bil Kitabah” (dakwah melalui tulisan). Sehingga beliaupun banyak menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan, diantaranya kitab/buku yang telah diterbitkan adalah: “Dakwah Abad 21 Refleksi dan Redefinisi (2002) serta “Pers, Dakwah dan Perubahan Sosial” (2002).

Dan yang terbaru, beliau diberi amanat untuk menjadi Ketua Badan Pengelola Universitas Nahdlatul Ulama Kalsel, setelah sebelumnya terpilih menjadi Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Kalimantan Selatan.


Diantara kalam beliau:

“Kenyataan hari ini, banyak manusia hipokrit (munafik, pen) yang  muncul dimana-mana. Ngomongnya luar biasa bagus, tetapi perilakunya malah kian buruk. Ini yang menyedihkan. Kita sudah kehilangan tokoh dan figur ideal karena ketidakseimbangan antara perkataan dengan perbuatan”.

“Hari ini manusia memahami agama secara parsial (sebagian, pen). Padahal urusan ibadah ini mencakup banyak sisi.  Seperti disinyalir Prof. Mahmud Syaltut dalam kitabnya “Aqidah wa syari’ah”,  (dimana) aqidah  berurusan dengan teologi atau keimanan, Syari’ah berurusan dengan hukum dan perundang-undangan. Dalam hal tersebut, ada beberapa hal yang resmi di atur Allah Sub hanahu wa ta’ala (yaitu) hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia sesama manusia, hubungan manusia dengan ilmu dan teknologi, dan hubungan manusia dengan lingkungan”.

“Mata pelajaran ramadhan sangat banyak, diantaranya puasa mengajarkan kita tentang kesabaran. Sabar dalam menjalankan keta’atan, sabar dalam meninggalkan perkara haram dan sabar dalam menghadapi musibah. Madrasah ramadhan mengajarkan kita pada 3 jenis sabar sekaligus.  Pertama, saat  puasa kita ditempa untuk melakukan berbagai kewajiban dan menghindari diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Kita dituntut untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang fakir miskin, yaitu rasa lapar dan dahaga.  Dengan begitu, seandainya kita diuji dengan rasa lapar dan musibah lainn maka diharapkan kita diberikan kekuatan untuk melaluinya karena kita sudah ditempa di madrasah ramadhan. Kedua,  melalui puasa juga kita belajar bersyukur. Bersyukur atas berbagai nikmat yang diberikan Allah kepada kita semua. Karena diluar sana, masih banyak orang-orang yang menahan lapar dan haus berbulan-bulan, sedangkan kita hanya menahan lapar dan dahaga hanya untuk 1 bulan.  Madrasah ramadhan juga menanamkan pada diri kita sifat al-muqarrabah billah, yakni selalu merasa bahwa segala tindak tanduk kita  diawasi, diperhatikan dan dilihat oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Selama puasa, mungmkin saja seseorang makan dan minum atau melakukan hal-hal yang membatalkan puasa tanpa diketahui oleh orang lain, akan tetapi ia tahan dirinya tidak melakukan hal itu, karena ia merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.”

“Ibarat madrasah, ramadhan ini juga memiliki ujian. Ujiannya yaitu perjuangan melawan hawa nafsu, perjuangan melawan godaan syetan agar kita tidak melakukan perbuatan dosa, perbuatan maksiat dan segala macam yang dapat membatalkan puasa, sedangkan tujuan pendidikan dari madrasah ramadhan ini adalah menjadikan kita sebagai pribadi yang bertakwa menjalankan seluruh kewajiban, meninggalkan semua perkara yang haram dan mendahulukan kepentingan akhirat daripada kepentingan dunia.”

“Dengan idul fitri kita kembali suci. Tentu saja ini hanya bisa melanda pada orang-orang tertentu. Tidak semua orang betul-betul menjadi suci, sehabis puasa sebulan penuh. Banyak hal yang harus dipenuhi agar manusia mampu mencapai titik tersebut. Hanya orang yang tulus, tawakkal dan istiqamah saja yang bisa”.

“Bila media berideologi Islam pengin mendongkrak penjualan, maka manajemennya harus bisa memilih  tema yang  menyentuh emosi pembacanya,  mengangkat Islam yang sifatnya social atau kasus spiritual yang actual”.

“Efek dari budaya hedonism ini menuju pada konsumerisme lalu mengarah ke kapitalisme yang menyebabkan menurunnya nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat kita. Lebih jauh lagi, akibat dari efek tiga lingkaran itu umat Islam jadi bersifat individualism,  cuek, hilang  ukhuwah islamiyah, ukhuwah basyariah, dan ukhuwah wathoniyah. Bahkan, sesama umat islam sendiri mudah berkonflik dan berantem”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar