Sabtu, 12 Agustus 2017

Drs.KH. UMRANSYAH ALIE, MH



Drs. KH.Umransyah Alie, MH lahir di Alabio, Kamis, 15 Agustus 1940 M (bertepatan dengan 11 Rajab 1359 H). Menempuh pendidikan di SD Alabio (1956), SMP Alabio (1959), kemudian melanjutkan SMA di Banjarmasin  (1961). Setelah itu kuliah di Universitas Lambung Mangkurat (1979). Sedangkan S-2 beliau tempuh di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta (2003).
Beliau adalah tokoh Muhammadiyah yang aktif sebagai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah  Kota  Banjarmasin, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Kalsel, Anggota MUI Kota Banjarmasin (2000), anggota MUI Propinsi Kalsel (2005- sekarang), Ketua Lembaga Amil Zakat Infaq dan shadaqah Muhammadiyah (Lazismu) Kalsel.
Didalam bidang pendidikan  disamping menjadi dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam (STIHSA) Banjarmasin dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah Banjarmasin, beliau juga Sekretaris Yayasan Pendidikan Tinggi Sultan Adam Banjarmasin  (1983). Dan sekarang menjadi Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam Banjarmasin.
Kesibukan lainnya adalah mengisi majelis pengajian di beberapa mesjid di Banjarmasin, diantaranya Mesjid al-Jihad dan Mesjid Mujahiddin Belitung.
Telah berpulang ke rahmatullah pada hari Minggu, 4 April 2021 M bertepatan dengan 23 Sya'ban 1442 H pada pukul 22.50 WITA. Dikebumikan di Alkah al-Jihad Pematang Panjang, Gambut.

Diantara kalam beliau:

“Kalau kita sudah berfikir tentang Allah, (maka) itu akan melahirkan dzikrullah. Bagaimana cara dzikrullah ? Kalau kita berhubungan dengan Allah (maka) Allah yang mengatur. Praktek dzikrullah yang dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam sehabis shalat maka hendaklah dzikrullah, yaitu ingat kembali kepada Allah”

“Pikir mengevaluasi diri kita, maka nanti akan melahirkan dzikrullah, ingat kepada Allah. Dan salah satu bentuk dzikrullah adalah istighfar meminta ampun atas segala dosa dan kesalahan kita kepada Allah Subhanahu wa ta’ala”.

“Apabila iman seseorang benar, maka ia akan tyergambar meningkatnya ketaqwaan terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka Allah menjanjikan, kalau kamu beriman, iman yang benar, dan diwujudkan dalam bentuk ketaqwaan (maka) : “Yuslihlakum  ‘a’malakum”, Allah akan memperbaiki amal ibadah, amal perbuatan kamu. Tidak gampang kita memperbaiki amal perbuatan kita, yang kadang-kadang sudah dipadahakan dalil-dalilnya, dasar hukum, sumber hukumnya, kaya apa cara melaksanakan ibadah kepada Allah, bagaimana berakidah kepada Allah, tetapi karena sudah kebiasaan turun temuruh (maka) ngalih banar merubahnya. Kecuali hidayah dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Kalau sudah ada hidayah maka Allah akan memperbaiki ibadah kita, kawa kita maubah kebiasaan nang kada baik nang kada bujur. Dan tidak sekedar Allah memperbaiki amal ibadah kita, tetapi Allah juga berjanji : “Yaghfir-lakum dzunu-bakum”, Allah akan mengampuni dosa-dosa dan kesalahan kamu”.

“Makna memberi makan orang miskin dalam konteks ini (surah al-Maun) tidak cukup dengan memberikan makan makanan. Tetapi yang lebih penting adalah memberikan modal kerja, sehingga mereka dapat lebih berdaya”.

“Zakat fitrah memang pada umumnya dengan beras. Tetapi pada perkembangan sekarang ini dengan uang kontanpun dibolehkan, mengingat uang lebih fleksibel.Yang penting tujuan zakat fitrah itu sendiri untuk membantu fakir dan miskin supaya bisa merasakan lebaran”

“Meskipun mintanya kepada Allah, tapi (bila) caranya tidak sesuai dengan syari’at, (maka) hal itu tidak dibenarkan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar