Sabtu, 12 Agustus 2017

KH. AHMAD MAKKI, BA



KH. Ahmad Makki, BA bin KH. Muhammad Ramli (H.Walad) lahir di Birayang, Kamis, 21 April 1938 M (bertepatan dengan 20 Shafar 1357 H). Orang tua beliau dilahirkan di Mekkah disaat tuan guru Ahmad (sang kakek) sedang menimba ilmu di Mesjidil Haram. Sekitar tahun 1930-an orang tua beliau kembali ke tanah air dan kawin dengan orang Birayang.

Pendidikannya hanya samapai sekolah dasar dan madrasah, namun pada tahun 1964 nasib baik membawanya bisa ikut kuliah di Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Amuntai dan lulus Sarjana Muda pada tahun 1968. Selanjutnya beliau mengikuti kursus-kursus tentang kepemimpinan.
Sewaktu di Amuntai beliau pernah menjadi Anggota DPRD Tingkat II Kab. HSU (Pemilu 1971). Setelah meraih Sarjana Muda ia diangkat menjadi Asisten Dosen di Fakultas Ushuluddin dan Dosen Luar Biasa di Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Amuntai.
Tahun 1974 beliau bertugas di Kantor Gubernur Kalimantan Selatan.
Tahun 1981 menjadi Kepala Biro HUmas PemdaTingkat I Kalsel
Tahun 1983-1993 (dua periiode) beliau menjabat sebagai Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tapin.
Tahun 1997 terpilih menjadi anggota DPRD Propinsi kalsel
Tahun 2004 berkantor di Senayan  Jakarta menjadi anggota DPD RI/ MPRRI. 

Semenjak remaja beliau sudah aktif di organisasi, misalnya menjadi Ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Tanah Grogot, Kaltim (1955). Dan selama waktu antara tahun 1959-1974, ketika masih berada di Amuntai, beliau pernah sebagai Sekretaris Gerakan Pemuda Anshor,  Ketua  Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI), Sekretaris Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Sekretaris Golkar kab. HSU.
Selaku  anak dan cucu dari  seorang  ulama, beliau sangat menekuni senibaca al-Qur’an hingga terpilih menjadi Qari Terbaik kalsel (1960) dan Qari pada Konferensi Islam Asia Afrika (1963).
Selain itu, beliau juga aktif dalam organisasi kemasyarakatan diantaranya di Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ), BAZIS, GUPPI, Badan Kerjasama Pondok Pesantren, Ketua  Majelis Ulama Indonesia (MUI), juga Ikatan Cendekiawan Muslim Inddonesia (ICMI).
Di bidang pendidikan beliau aktif  diberbagai  yayasan, antara lain Yayasan Pondok Pesantren Rakha Amuntai, yayasan Khadimul Ummah,Yayasan Pondok Pesantren Bustanul Ma’mur dan Yayasan Mu’awanah Rantau.
Beliau berpulang kerahmatullah pada 27 Januari 2016 dalam usia 77 tahun.


Diantara kalam beliau:

“Berdasarkan al-Qur’an dan hadits Nabi, minimal ada 4 kriteria yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat menjadi pemimpin. Semuanya terkumpul di dalam 4 sifat para nabi dan rasul sebagai pemimpin ummat, yakni, shiddiq, yaitu kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap dan bertindak. Lawannya adalah bohong. Kedua, amanah yaitu kepercayaan dan menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya, baik dari orang-orang yang dipimpinnya, terlebih dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Lawannya adalah khianat. Ketiga, fathanah, yaitu kecerdasan, yang melahirkan kemampuan menghadapi persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh. Keempat, tabligh, yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggungjawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparan). Jadi bila ada calon pemimpin yang memiliki 4 kriteria tersebut, sudah selayaknya dipilih”.

“Pengetahuan dan  dasar-dasar agama  harus ditekankan sejak dini, tidak bisa baru diberitahu atau ditegur setelah mereka melakukannya, atau ketika segalanya sudah terjadi”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar