KH. Ahmad Makki, BA bin KH. Muhammad Ramli (H.Walad)
lahir di Birayang, Kamis, 21 April 1938 M (bertepatan dengan 20 Shafar 1357 H). Orang tua beliau dilahirkan di Mekkah disaat
tuan guru Ahmad (sang kakek) sedang menimba ilmu di Mesjidil Haram. Sekitar
tahun 1930-an orang tua beliau kembali ke tanah air dan kawin dengan orang
Birayang.
Pendidikannya hanya samapai sekolah dasar dan madrasah,
namun pada tahun 1964 nasib baik membawanya bisa ikut kuliah di Fakultas
Ushuluddin IAIN Antasari Amuntai dan lulus Sarjana Muda pada tahun 1968. Selanjutnya
beliau mengikuti kursus-kursus tentang kepemimpinan.
Sewaktu di Amuntai beliau pernah menjadi Anggota DPRD
Tingkat II Kab. HSU (Pemilu 1971). Setelah meraih Sarjana Muda ia diangkat
menjadi Asisten Dosen di Fakultas Ushuluddin dan Dosen Luar Biasa di Fakultas
Tarbiyah IAIN Antasari Amuntai.
Tahun 1974 beliau bertugas di Kantor Gubernur Kalimantan
Selatan.
Tahun 1981 menjadi Kepala Biro HUmas PemdaTingkat I
Kalsel
Tahun 1983-1993 (dua periiode) beliau menjabat sebagai
Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tapin.
Tahun 1997 terpilih menjadi anggota DPRD Propinsi kalsel
Semenjak remaja beliau sudah aktif di organisasi,
misalnya menjadi Ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Tanah Grogot,
Kaltim (1955). Dan selama waktu antara tahun 1959-1974, ketika masih berada di
Amuntai, beliau pernah sebagai Sekretaris Gerakan Pemuda Anshor, Ketua Ikatan
Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI), Sekretaris Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII), Sekretaris Golkar kab. HSU.
Selaku anak dan
cucu dari seorang ulama, beliau sangat menekuni senibaca
al-Qur’an hingga terpilih menjadi Qari Terbaik kalsel (1960) dan Qari pada
Konferensi Islam Asia Afrika (1963).
Selain itu, beliau juga aktif dalam organisasi
kemasyarakatan diantaranya di Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ),
BAZIS, GUPPI, Badan Kerjasama Pondok Pesantren, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), juga Ikatan
Cendekiawan Muslim Inddonesia (ICMI).
Di bidang pendidikan beliau aktif diberbagai
yayasan, antara lain Yayasan Pondok Pesantren Rakha Amuntai, yayasan
Khadimul Ummah,Yayasan Pondok Pesantren Bustanul Ma’mur dan Yayasan Mu’awanah Rantau.
Beliau berpulang kerahmatullah pada 27 Januari 2016
dalam usia 77 tahun.
Diantara kalam beliau:
“Berdasarkan al-Qur’an dan hadits Nabi, minimal ada 4
kriteria yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat menjadi pemimpin. Semuanya
terkumpul di dalam 4 sifat para nabi dan rasul sebagai pemimpin ummat, yakni,
shiddiq, yaitu kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap dan bertindak.
Lawannya adalah bohong. Kedua, amanah yaitu kepercayaan dan menjaga
sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya, baik dari orang-orang yang
dipimpinnya, terlebih dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Lawannya adalah khianat.
Ketiga, fathanah, yaitu kecerdasan, yang melahirkan kemampuan menghadapi
persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh. Keempat, tabligh, yaitu
penyampaian secara jujur dan bertanggungjawab atas segala tindakan yang
diambilnya (akuntabilitas dan transparan). Jadi bila ada calon pemimpin yang
memiliki 4 kriteria tersebut, sudah selayaknya dipilih”.
“Pengetahuan dan
dasar-dasar agama harus
ditekankan sejak dini, tidak bisa baru diberitahu atau ditegur setelah mereka
melakukannya, atau ketika segalanya sudah terjadi”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar