H. Ahmad Nawawi Abdurrauf, S.Ag, M.M.Pd bin Sidik bin Muhammad Amin.
Beliau lahir di Amuntai, Selasa, 12 Oktober 1971 M (bertepatan
dengan 21 Sya’ban 1391 H). Berlatar belakang pendidikan dunia madrasah, yaitu Madrasah Ibtidaiyah
“Darussalam” Pelaihari, tingkatan Tsanawiyahnya juga di Pelaihari.
Kemudian melanjutkan ke Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Banjarmasin. Dan
juga pernah belajar di Lembaga Pendidikan Kader Dakwah Praktis (LPKDP) asuhan KH. Rafi’i Hamdi.
Setelah lulus sarjana agama di IAIN Antasari Banjarmasin, melanjutkan kuliah
S-2 di Universitas Nusantara (Uninus) Bandung, Jawa Barat. Sekarang menempuh
program studi S-3 untuk program Doktoral.
Beliau pernah menjadi da’i di Rumah Sakit “Ulin” Banjarmasin (1996-2001).
Kemudian kembali ke Amuntai menjadi Pembina rohani (Rohis) di Rumah Sakit
“Pembalah Batung” Amuntai (2001- sekarang), yaitu memberikan penyuluhan agama
terhadap pasien dan keluarga serta para penjenguk.
Tahun 1995 terpilih sebagai juara I Da’i Muda Tingkat nasional. Kemudian tahun 2003 sebagai
penyuluh PAI Teladan Tingkat Kab. HSU. Dan tahun 2005 menjadi teladan I
Penyuluh Agama Islam tingkat Propinsi Kalimantan Selatan.
Beberapa jabatan pernah beliau pegang diantaranya Ketua Kelompok Kerja
Penyuluh (Pokjaluh) Kementerian Agama Kab. HSU, Ketua Umum FK DMI Wilayah
Kalsel, Ketua Umum Majelis Pengurus Daerah Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Muda Kab. HSU.
Sekretaris Umum BKPRMI, Ketua Bidang Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB).
Disamping itu beliau juga menjadi Wakil Ketua P2TP2A, Ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Kecamatan Amuntai Tengah, serta Pengasuh Pondok Pesantren
Terpadu ‘At-Taubah” di Lembaga
Pemasyarakatan Amuntai.
Diantara kalam beliau:
“Bagi setiap orang, kematian adalah suatu kepastian, tapi
yang membedakan tentu ; kapan waktunya dia meninggal, dimana tempat dia meninggal
dan bagaimana caranya ? Ini yang membedakannya. Perbedaan ini akan terlihat
dari aktifitas kita sehari-hari. Dalam bahasa agama, seluruh apa yang dia
lakukan bernuansa ibadah pada Allah Subhanahu wa ta’ala. Kita berharap nantinya
ketika umurkita habis, atau ketika meninggal, Pertama, kita dijemput
pada waktu yang tepat. Apa waktu yang tepat itu, (yaitu) kita (dijemput) dalam
keadaan beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, seperti pada saat kita baca
al-Qur’an, pada saat sujud, pada saat kita dzikir. Yang kedua, kita
berharap bahwa dimana nantinya kita meninggal, itu tempatnya adalah yang baik,
seperti di mesjid, di langgar, atau kalau bisa di mesjidil haram, dan
tempat-tempat yang secara dzahir menunjukkan kita termasuk orang-orang yang
dirahmati Allah Subhanahu wa ta’ala. Atau ketiga, rahasia kematian itu
berupa caranya yang baik, misalnya kita berharap mudah-mudahan saat akhir
hayat, kita berserah diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, kita (dapat)
mengucapkan kalimat La ilaha illallah”.
“Seorang muslim yang senang menghadiri majelis-majelis taklim akan
memeperoleh ketenangan bathin dan cahaya ilmu. Majelis taklim merupakan bagian
dari upaya seorang muslim untuk terus berdzikir kepada Allah. Selain itu juga
sebagai cara untuk menambah ilmu sebelum mengerjakan amal (perbuatan). (dengan)
mengikuti majelis taklim juga dapat memeperkuat ukhuwah Islamiyah dan
memunculkan ketenangan bathin”.
“Puasa yang benar akan dapat merubah
tabiat dan membentuk karakter, seperti halnya puasanya ulat hingga menjadi
kupu-kupu”.
“Setiap bacaan dzikir, setiap bacaan
al-Qur’an, dan wirid adalah dokter yang terdekat dengan kita”.
“Kita harus memahami
bahwa, setiap musibah itu tentu ada cara Allah mengingatkan kepada kita, agar
kita ingat kepada-Nya. Sebagaimana tersebut dalam al-Qur’an surah at-Taghabuun
(64) : 11, “Tidak ada suatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali atas
izin Allah, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, maka Allah akan memberi
petunjuk kepada hatinya, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
“Kita mengetahui
bahwa, merebaknya wabah (virus corona) adalah bagian daripada takdir Allah
Subhanahu wa ta’ala kepada kita semua. Jadi Allah sudah mentakdirkan kepada
kita bahwa saat ini kita dicoba oleh Allah Subhanahu wa ta’ala berupa
makhluknya yang sangat kecil, tidak kelihatan, tetapi efeknya, dampaknya kepada
kesehatan, kepada manusia sangat besar sekali. Yang pertama adalah bahwa kita
harus menyakini bahwa itu adalah takdir Allah subhanahu wa ta’ala. Kenapa?
Karena percaya kepada takdir adalah bagian dari keimanan kita kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala. Tapi jangan lupa, Allah mentakdirkan itu, dan Allah juga
menyuruh kita supaya berusaha yang dalam bahasa agamanya disebut tawakkal.
Tawakkal itu artinya dia berusaha menghindar, berusaha mengobati, berusaha
menuruti aturan, kemudian dia tidak lupa untuk berhubungan terus kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala, apakah dalam bentuk ibadah, dalam bentuk aktivitas sosial
sehingga antara usaha, ikhtiar, do’a itu bagian dari tawakkal kita kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar