Rabu, 02 Agustus 2017

KH. AHMAD FAHMI ZAMZAM, M.A



K.H. Ahmad Fahmi Zamzam, M.A bin Zamzam, lahir di Harus, Amuntai, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Selasa, 9 Juni 1959 M (bertepatan  dengan 2 Zulhijjah 1378 H). Beliau adalah seorang ulama yang telah mengabdikan dirinya di Kedah, Malaysia, dan di tem­pat-tempat lain. Di samping itu ia terus meng­ajar dan berdakwah di Kalimantan Selat­an, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan daerah-daerah lain di Indonesia.

K.H. Ahmad Fahmi Zamzam mempunyai nama pena  Abu Ali Al-Ban­jari An-Nadwi Al-Maliki”, Pendidikan awalnya didapat di kampungnya sendiri. Seterusnya pada tahun 1973-1978, ia melanjutkan pelajarannya di Pondok Pe­santren Darussalam Martapura, Kali­man­tan Selatan.

Pada tahun 1979, ia melangkahkan kaki ke Jawa untuk melanjutkan pelajar­annya di Yayasan Pesantren Islam (YAPI) di Bangil, Jawa Timur. Pada ta­hun 1980, ia melanjutkan pendidikannya di Nadwatul Ulama, Lucknow, India, di bawah asuh­an tokoh ulama sangat terkemuka di dunia Islam, Sayyid Abul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi (wafat 1420 H/1999 M) hingga memperoleh ijazah pertama (BA) pada tahun 1983.



Setelah setahun berada di Kedah Malaysia (1984) maka pada tahun 1985 ia kembali ke India untuk menyelesaikan pelajarannya pada tingkat sarjana (MA) dalam bidang Dak­wah dan Sastra Arab yang diselesaikan­nya tahun 1987.
Pada tahun 1988, Ustadz Ahmad Fahmi sempat berguru di Makkah ke­pada Syaikh Muhammad Yasin Al-Fa­dani (wafat 1410 H/1990 M) dan mem­peroleh Ijazah ‘ammah dalam ilmu hadits dari gurunya itu. Ia juga sempat berguru dengan Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani (wafat 1425 H/2004 M), hingga dianugerahi oleh guru yang sa­ngat mencintai dan dicintainya ini gelar “Al-Maliki” pada tahun 2002 atas pema­ham­annya yang mendalam dalam persoalan-persoalan agama.
KH. Ahmad Fahmi Zamzam telah ber­khidmat lebih dari 20 tahun di Ma‘had Tarbiyah Islamiyah, Derang, Kedah, da­lam usaha mendidik tunas-tunas muda dan memimpin mereka ke jalan Allah.
Pada tahun 2001, ia mendirikan Pon­dok Pesantren Yayasan Islam Nurul Hi­dayah (YASIN) di Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Seterusnya pada tahun 2003, ia mendirikan Pondok Pesantren YASIN yang kedua di Banjarbaru, Kali­mantan Selatan. Dan yang ketiga, pada tahun 2009, ia membangun lagi pondok pesantren di Balikpapan, Kalimantan Timur. Oleh karena itu, sejak tahun 2001, ia senantiasa pulang pergi antara Malay­sia dan Indonesia. Ia juga diberi amanah memimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI)  Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, periode 2004-2009.
Selama di Kedah, Ustadz Ahmad Fah­mi Zamzam sering menyampaikan pengajaran di masjid-masjid, terutama di Kedah. Sebagai seorang guru yang tinggi ilmunya, pengajaran-pengajaran­nya mendapat sambutan hangat dari masyarakat.
Selain itu, ia juga diminta oleh Radio RTM Kedah untuk mengisi ruang Ke­musy­kilan Agama (Masalah-masalah Agama), yang disiarkan secara langsung sejak tahun 1994 sehingga 2001. Melalui acara tersebut, ia membantu masya­rakat dalam menyelesaikan masalah-ma­salah agama berkaitan dengan ke­hidupan keseharian.
          KH. Ahmad Fahmi Zamzam adalah ulama yang produktif menulis kitab. Beberapa diantaranya adalah:

* Empat Puluh Hadits Peristiwa Akhir Zaman (edisi Arab Melayu dan Latin). Selesai ditulis pada 7 Rajab 1411 H, bertepatan dengan 23 Januari 1991 M.
*Empat Puluh Hadits Penawar Hati (edisi Arab Melayu dan Latin). Selesai ditulis pada 9 Ramadhan 1412 H, bertepatan dengan 14 Maret 1992.
*Empat Puluh Hadits Akhlak Mulia (Arab Melayu dan Latin). .
*Terjemahan Bidayah al-Hidayah (Arab Melayu dan Latin). Selesai di­tulis pada hari Kamis, 16 Rabi’ul Awal 1414 H, bertepatan dengan 2 Sep­tember 1993, di Az-Zawiyah Al-Gha­zaliyah, Damaskus.
*Terjemahan Ayyuhal Walad (Arab Melayu dan Latin
*Terjemahan Ya Bunayya (Arab Me­layu dan Latin). Selesai ditulis pada hari Ka­mis, 20 Rabi’ul Awwal 1425 H, ber­tepatan dengan 13 Mei 2004 di Mas­jid Takiyah 21 Sulaimaniyah, Damas­kus, Syria.
*Terjemahan Bustan al-Arifin (Arab Melayu dan Latin). Selesai ditulis pada hari Senin 2 Rabi’ul Awwal 1416 H, bertepatan dengan 28 Agustus 1995, di Darul Hadits Al-Asyrafiyyah, Damaskus.
*Terjemahan Qashidah Burdah, karya Imam Al-Bushiri. Kitab ini sele­sai ditulis pada 27 Muharram 1419 H, bertepatan dengan 23 Mei 1998. Diterbitkan oleh Khazanah Ban­jariah, dan dicetak kali keempat pada tahun 2008.
*Kiamat Hampir Tiba. Selesai ditulis pada 23 Jamadil Akhir 1418 H, bertepatan dengan 25 Oktober 1997.
*Sejarah Hidup Sayyid Abul Hasan al-Nadwi. Selesai ditulis pada 28 Dzulhijjah 1420 H, bertepatan dengan 3 April 2000.
*Sejarah Hidup Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki dan Pemikirannya. Selesai ditulis pada 2 Muharram 1426 H, ber­tepatan dengan 11 Februari 2005. Diterbitkan oleh Khazanah Banjariah dan dicetak kali pertama pada tahun 2005.
*Tahqiq kitab Sayr as-Salikin (Arab Melayu dan Latin).
*Tahqiq kitab Hidayah as-Salikin (Arab Melayu dan Latin). Sele­sai disunting oleh Ustadz Fahmi Zam­zam pada hari Rabu, 12 Dzul­qa‘dah 1426 H, bertepatan dengan 14 Disember 2005. 
            Telah berpulang ke rahmatullah, pada hari Sabtu, 30 Oktober 2021 M (bertepatan dengan  23 Rabiul Awwal 1443 H) di Rumah Sakit Sultan Agung Banjarbaru.

Diantara kalam beliau:

“Tanda orang diizinkan Allah Subhanahu wa ta’ala bercakap (berbicara) adalah segala percakapannya mudah didengar dan difahami”

“Jika bertambah ilmu tetapi kelakuan masih buruk, itulah tanda orang itu telah jauh daripada Allah Subhanahu wata’ala. Orang jahil merasa rajin mengaji sedang dia tidak sadar ilmu yang dipelajarinya itu terhijab karena ada keinginan dunia di hatinya”.

“Jangan mengambil kira pandangan manusia. Pandangan Allah sudah mencukupi buat kita”.

“Sesekali jangan kamu pura-pura tahu bila ditanya karena takut malu. janganlah kalian berasa malu untuk mengaku tidak tahu, karena itu juga adalah ilmu”

“Jika seseorang itu mampu menjawab semua soalan yang ditanya, maka ia menunjukkan ia seorang yang jahil. Tiada siapa yang mampu bergelar professor serba tahu”.

“Ilmu fardhu ain adalah jembatan menuju sorga”

“Cara mendapat khusyu’ dalam shalat adalah selalu menganggap setiap shalat yang didirikan adalah shalat yang terakhir”

“Janganlah ilmu yang diajarkan diniatkan untuk menyaingi ulama atau bermegah-megah bagi mengumpul pengikut”.

“Perlu ada dikalangan kita mempunyai seorang guru atau insan  berilmu yang mampu memandunya ketika dalam keadaan keliru terhadap persoalan-persoalan hokum hakam agama. Jangan pula logic akal bacaan tanpa sandaran kepada guru yang jauh dari faham wahabiah, mujassimah, syi’ah dan liberal dijadikan dalil dan takwil”

“Setiap amal ibadah itu ada rahasianya. Setiap amalan itu ada bilangan-bilangan tertentu. Seperti gigi pada  anak kunci, tidak dapat lebih atau kurang, kalau lebih atau kurang, niscaya tidak dapat membuka pintu”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar