K.H.
Ahmad Fahmi Zamzam, M.A bin Zamzam, lahir di Harus, Amuntai, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Selasa, 9 Juni 1959 M (bertepatan dengan 2 Zulhijjah 1378 H). Beliau adalah seorang ulama yang telah mengabdikan dirinya di Kedah, Malaysia, dan di tempat-tempat lain. Di
samping itu ia terus mengajar dan berdakwah di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan daerah-daerah lain di
Indonesia.
K.H. Ahmad Fahmi Zamzam mempunyai nama pena “Abu
Ali Al-Banjari An-Nadwi Al-Maliki”, Pendidikan awalnya didapat di
kampungnya sendiri. Seterusnya pada tahun 1973-1978, ia melanjutkan pelajarannya di
Pondok Pesantren Darussalam Martapura, Kalimantan Selatan.
Pada tahun 1979, ia melangkahkan
kaki ke Jawa untuk melanjutkan pelajarannya di Yayasan Pesantren Islam (YAPI)
di Bangil, Jawa Timur. Pada tahun 1980, ia
melanjutkan pendidikannya di Nadwatul Ulama, Lucknow, India, di bawah asuhan tokoh ulama
sangat terkemuka di dunia Islam, Sayyid Abul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
(wafat 1420 H/1999 M) hingga memperoleh ijazah pertama (BA) pada tahun 1983.
Setelah setahun berada di Kedah
Malaysia (1984) maka pada tahun 1985 ia kembali ke India untuk menyelesaikan
pelajarannya pada tingkat sarjana (MA) dalam bidang Dakwah dan Sastra Arab
yang diselesaikannya tahun 1987.
Pada tahun 1988, Ustadz Ahmad
Fahmi sempat berguru di Makkah kepada Syaikh Muhammad Yasin Al-Fadani (wafat
1410 H/1990 M) dan memperoleh Ijazah ‘ammah dalam ilmu hadits dari gurunya
itu. Ia juga sempat berguru dengan Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani
(wafat 1425 H/2004 M), hingga dianugerahi oleh guru yang sangat mencintai dan
dicintainya ini gelar “Al-Maliki” pada tahun 2002 atas pemahamannya yang
mendalam dalam persoalan-persoalan agama.
KH. Ahmad Fahmi Zamzam telah berkhidmat lebih dari 20 tahun
di Ma‘had Tarbiyah Islamiyah, Derang, Kedah, dalam usaha mendidik tunas-tunas
muda dan memimpin mereka ke jalan Allah.
Pada tahun 2001, ia mendirikan
Pondok Pesantren Yayasan Islam Nurul Hidayah (YASIN) di Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Seterusnya pada tahun 2003, ia
mendirikan Pondok Pesantren YASIN yang kedua di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Dan yang
ketiga, pada tahun 2009, ia membangun lagi pondok pesantren di Balikpapan, Kalimantan Timur. Oleh karena itu, sejak tahun 2001,
ia senantiasa pulang pergi antara Malaysia dan Indonesia. Ia juga diberi amanah memimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, periode
2004-2009.
Selama di Kedah, Ustadz Ahmad Fahmi
Zamzam sering menyampaikan pengajaran di masjid-masjid, terutama di Kedah.
Sebagai seorang guru yang tinggi ilmunya, pengajaran-pengajarannya mendapat
sambutan hangat dari masyarakat.
Selain itu, ia juga diminta oleh
Radio RTM Kedah untuk mengisi ruang Kemusykilan Agama (Masalah-masalah
Agama), yang disiarkan secara langsung sejak tahun 1994 sehingga 2001. Melalui
acara tersebut, ia membantu masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah
agama berkaitan dengan kehidupan keseharian.
KH.
Ahmad Fahmi Zamzam adalah ulama yang produktif menulis kitab. Beberapa
diantaranya adalah:
* Empat Puluh
Hadits Peristiwa Akhir Zaman (edisi Arab Melayu dan Latin). Selesai ditulis
pada 7 Rajab 1411 H, bertepatan dengan 23 Januari 1991 M.
*Empat Puluh
Hadits Penawar Hati (edisi Arab Melayu dan Latin). Selesai ditulis pada 9
Ramadhan 1412 H, bertepatan dengan 14 Maret 1992.
*Empat Puluh
Hadits Akhlak Mulia (Arab Melayu dan Latin). .
*Terjemahan
Bidayah al-Hidayah (Arab Melayu dan Latin). Selesai ditulis pada hari Kamis,
16 Rabi’ul Awal 1414 H, bertepatan dengan 2 September 1993, di Az-Zawiyah
Al-Ghazaliyah, Damaskus.
*Terjemahan
Ayyuhal Walad (Arab Melayu dan Latin
*Terjemahan
Ya Bunayya (Arab Melayu dan Latin). Selesai ditulis pada hari Kamis, 20
Rabi’ul Awwal 1425 H, bertepatan dengan 13 Mei 2004 di Masjid Takiyah 21
Sulaimaniyah, Damaskus, Syria.
*Terjemahan
Bustan al-Arifin (Arab Melayu dan Latin). Selesai ditulis pada hari Senin 2
Rabi’ul Awwal 1416 H, bertepatan dengan 28 Agustus 1995, di Darul Hadits
Al-Asyrafiyyah, Damaskus.
*Terjemahan
Qashidah Burdah, karya Imam Al-Bushiri. Kitab ini selesai ditulis pada 27
Muharram 1419 H, bertepatan dengan 23 Mei 1998. Diterbitkan oleh Khazanah Banjariah,
dan dicetak kali keempat pada tahun 2008.
*Kiamat
Hampir Tiba. Selesai ditulis pada 23 Jamadil Akhir 1418 H, bertepatan dengan 25
Oktober 1997.
*Sejarah
Hidup Sayyid Abul Hasan al-Nadwi. Selesai ditulis pada 28 Dzulhijjah 1420 H,
bertepatan dengan 3 April 2000.
*Sejarah
Hidup Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki dan Pemikirannya. Selesai ditulis pada 2
Muharram 1426 H, bertepatan dengan 11 Februari 2005. Diterbitkan oleh Khazanah
Banjariah dan dicetak kali pertama pada tahun 2005.
*Tahqiq kitab
Sayr as-Salikin (Arab Melayu dan Latin).
*Tahqiq kitab
Hidayah as-Salikin (Arab Melayu dan Latin). Selesai disunting oleh Ustadz
Fahmi Zamzam pada hari Rabu, 12 Dzulqa‘dah 1426 H, bertepatan dengan 14
Disember 2005.
Telah berpulang ke rahmatullah, pada hari Sabtu, 30 Oktober 2021 M (bertepatan dengan 23 Rabiul Awwal 1443 H) di Rumah Sakit Sultan Agung Banjarbaru.
Diantara kalam
beliau:
“Tanda orang
diizinkan Allah Subhanahu wa ta’ala bercakap (berbicara) adalah segala
percakapannya mudah didengar dan difahami”
“Jika bertambah ilmu tetapi kelakuan masih buruk, itulah tanda orang itu
telah jauh daripada Allah Subhanahu wata’ala. Orang jahil merasa rajin mengaji
sedang dia tidak sadar ilmu yang dipelajarinya itu terhijab karena ada
keinginan dunia di hatinya”.
“Jangan mengambil kira pandangan manusia. Pandangan Allah sudah mencukupi
buat kita”.
“Sesekali jangan kamu pura-pura tahu bila ditanya
karena takut malu. janganlah kalian berasa malu untuk mengaku tidak tahu,
karena itu juga adalah ilmu”
“Jika seseorang itu mampu menjawab semua soalan yang ditanya, maka ia
menunjukkan ia seorang yang jahil. Tiada siapa yang mampu bergelar professor
serba tahu”.
“Ilmu fardhu ain adalah jembatan menuju sorga”
“Cara mendapat khusyu’ dalam shalat adalah selalu menganggap setiap
shalat yang didirikan adalah shalat yang terakhir”
“Janganlah ilmu yang diajarkan diniatkan untuk menyaingi ulama atau
bermegah-megah bagi mengumpul pengikut”.
“Perlu ada dikalangan kita mempunyai seorang guru atau insan berilmu yang mampu memandunya ketika dalam
keadaan keliru terhadap persoalan-persoalan hokum hakam agama. Jangan pula
logic akal bacaan tanpa sandaran kepada guru yang jauh dari faham wahabiah,
mujassimah, syi’ah dan liberal dijadikan dalil dan takwil”
“Setiap amal ibadah itu ada rahasianya. Setiap amalan itu ada
bilangan-bilangan tertentu. Seperti gigi pada
anak kunci, tidak dapat lebih atau kurang, kalau lebih atau kurang,
niscaya tidak dapat membuka pintu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar