Selasa, 08 Agustus 2017

Ustadz H. AHMAD JAZULI, S.Pd






Ustadz H. Ahmad  Jazuli, S.Pd.  lahir di Kota Raden, Amuntai, Jum’at, 16 September 1966 M (bertepatan dengan 30 Jumadil Awwal 1386 H). Beliau mengisi pengajian  di Majelis Taklim “Nurul Yaqin” di Desa Tigarun Kecamatan Amuntai Tengah,yang didirikan oleh Hj. Masyitah HB  (kakak dari H. Ahmad Jazuli) bersama dengan masyarakat pada 10 Januari 1992. Diantara kitab yang diajarkan oleh beliau adalah kitab “Asrar al shalah” sebuah kitab fiqih karangan Abdurrahman Shiddiq.
Sekarang menjadi Kepala Madrasah Tsanawiyah Normal Islam Putri Rakha (MTs NIPI Rakha) Amuntai.

Diantara kalam beliau:

“Jangan tinggalkan mesjid, jangan tinggalkan jama’ah karena rahmat-Nya adalah diatas orang-orang yang berjama’ah”.

“Ada 4 (empat) bentuk kesenangan yang diberikan Allah kepada orang yang bertaubat (meminta ampunan), (yaitu) orang yang berdosa (apabila) bertaubat maka mendapat pahala, orang yang berdosa memusuhi Allah (maka) menjadi kekasih Allah, orang yang berdosa itu ada saksinya (maka akan) dilupakan atau dihilangkan saksinya itu oleh Allah, dan diampuni dosanya tidak berbekas”.

“Asiah bini Fir’aun meninggal karena diandaki oleh fir’aun dengan batu nang ganal. Jakanya Tuhan kada maijinakan pang, kada kana laku, tapi kenapa kena jua. Nah itu (adalah) karena menghargai jasanya Asiah, supaya dapat sorga nang paling tinggi, nang kada kawa orang manukari sorga itu dengan ibadah. Tetapi dengan apa diberikan? Yaitu dengan sabarnya dia dalam beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, kemudian redha sampai ajal. Maka sorga tempatnya. Demikian pula dengan Masyitah, pelayannya Fir’aun, meninggal dijarang dibanyu panas. Apakah Tuhan kada manolong? Justru sudah “dabbirul amri”, itu sudah ditakdirkan, kaena ada nang maisi-i sorga, sorga yang ini harga sorganya sa-ini, matinya bajarang”.

“Orang berdzikir itu ada empat tingkatan, Pertama, dzikir ma’a al-ghaflah, yaitu orang yang berdzikir hanya dimuntungnya (mulutnya) saja, tetapi hatinya lalai. Orang yang berdzikir tapi hanya dimulut saja, upahnya sepuluh. Kedua,  dzikir ma’a al-yaqdhah, yaitu orang yang mulutnya berdzikir, dan karena rancak mandangarkan ceramah, lalu mencoba untuk mengartikan atau memahami ucapannya.nilainya adalah 700. Ketiga, dzikir ma’a al-hudurul qalbi, yaitu orang yang mampu berdzikir dengan menghadirkan Allah didalam hatinya, sedangkan urusan dunia sudah dapat dilupakannya. Ini pahalanya sejauh langit dan bumi. Keempat, dzikir ma’a al-ghaibah, yaitu dzikir para sufi, para wali, inilah orang yang hidupnya fana/tenggelam dalam mengingat Allah. Pahalanya kada kawa dihitung lagi”.

“Sekedudukan lawan tuan guru, sekedudukan lawan wali, sekedudukan lawan orang shaleh yang mampu berdzikir secara hudurul qalbi dan ghaibah, maka 1 detik, 1 menit atau 1 jam duduknya kita bersama beliau maka kita juga akan mendapatkan rahmat nangkaya rahmat yang didapat sidin jua”.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar