Ustadz H. Ahmad Jazuli, S.Pd. lahir
di Kota Raden, Amuntai, Jum’at, 16
September 1966 M (bertepatan dengan 30 Jumadil Awwal 1386 H). Beliau mengisi pengajian
di Majelis Taklim “Nurul Yaqin”
di Desa Tigarun Kecamatan Amuntai Tengah,yang didirikan oleh Hj. Masyitah
HB (kakak dari H. Ahmad Jazuli) bersama
dengan masyarakat pada 10 Januari 1992. Diantara kitab yang diajarkan oleh
beliau adalah kitab “Asrar
al shalah” sebuah kitab fiqih karangan Abdurrahman Shiddiq.
Sekarang menjadi Kepala Madrasah Tsanawiyah Normal Islam Putri Rakha (MTs
NIPI Rakha) Amuntai.
Diantara kalam beliau:
“Jangan tinggalkan mesjid, jangan tinggalkan jama’ah karena rahmat-Nya
adalah diatas orang-orang yang berjama’ah”.
“Ada
4 (empat) bentuk kesenangan yang diberikan Allah kepada orang yang bertaubat (meminta ampunan), (yaitu) orang yang
berdosa (apabila) bertaubat maka mendapat pahala, orang yang berdosa memusuhi
Allah (maka) menjadi kekasih Allah, orang yang berdosa itu ada saksinya (maka
akan) dilupakan atau dihilangkan saksinya itu oleh Allah, dan diampuni dosanya
tidak berbekas”.
“Asiah bini Fir’aun meninggal karena diandaki oleh fir’aun dengan batu nang
ganal. Jakanya Tuhan kada maijinakan pang, kada kana laku, tapi kenapa kena
jua. Nah itu (adalah) karena menghargai jasanya Asiah, supaya dapat sorga nang
paling tinggi, nang kada kawa orang manukari sorga itu dengan ibadah. Tetapi
dengan apa diberikan? Yaitu dengan sabarnya dia dalam beriman kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala, kemudian redha sampai ajal. Maka sorga tempatnya. Demikian
pula dengan Masyitah, pelayannya Fir’aun, meninggal dijarang dibanyu panas.
Apakah Tuhan kada manolong? Justru sudah “dabbirul amri”, itu sudah
ditakdirkan, kaena ada nang maisi-i sorga, sorga yang ini harga sorganya sa-ini,
matinya bajarang”.
“Orang berdzikir itu ada empat tingkatan, Pertama, dzikir
ma’a al-ghaflah, yaitu orang yang berdzikir hanya dimuntungnya (mulutnya)
saja, tetapi hatinya lalai. Orang yang berdzikir tapi hanya dimulut saja,
upahnya sepuluh. Kedua, dzikir
ma’a al-yaqdhah, yaitu orang yang mulutnya berdzikir, dan karena rancak
mandangarkan ceramah, lalu mencoba untuk mengartikan atau memahami
ucapannya.nilainya adalah 700. Ketiga, dzikir ma’a al-hudurul
qalbi, yaitu orang yang mampu berdzikir dengan menghadirkan Allah didalam
hatinya, sedangkan urusan dunia sudah dapat dilupakannya. Ini pahalanya sejauh
langit dan bumi. Keempat, dzikir ma’a al-ghaibah, yaitu
dzikir para sufi, para wali, inilah orang yang hidupnya fana/tenggelam dalam
mengingat Allah. Pahalanya kada kawa dihitung lagi”.
“Sekedudukan lawan tuan guru, sekedudukan lawan wali, sekedudukan lawan
orang shaleh yang mampu berdzikir secara hudurul qalbi dan ghaibah, maka 1
detik, 1 menit atau 1 jam duduknya kita bersama beliau maka kita juga akan
mendapatkan rahmat nangkaya rahmat yang didapat sidin jua”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar