Selasa, 08 Agustus 2017

Drs. H. ARTONI JURNA, M.Ag



Drs. H. Artoni  Jurna, M.Ag  lahir di Sungai Batung, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Minggu, 17 September 1961 M (bertepatan dengan 6 Rabiul Akhir 1381 H). Beliau adalah  qari  sejati karena berhasil menjadi juara secara berturut-turut  dari tingkat anak-anak, remaja hingga golongan dewasa.

Berlatar belakang pendidikan Madrasah Mu’allimin  dan Pendidikan Guru Agama (PGA) di Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Dalam keorganisasian aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII), Pengurus Mesjid Raya “Sabilal Muhtadin” Banjarmasin, Kasi Lazis dan Peringatan Hari-Hari Besar Islam (PHBI) periode 2016 – 2021, sebagai Bendahara di Badan Wakaf Indonesia Provinsi Kalsel.

Dalam seni baca al-Qur’an beliau mendalaminya sejak masa kanak-kanak hingga akhirnya berhasil menjadi qari sejati yang berhasil menjuarai berbagai ajang lomba, diantaranya: Tahun 1977 menjadi juara I golongan kanak-kanak pada MTQ Tingkat Nasional di Manado Sulawesi Utara, Tahun 1979  menjadi juara  I  golongan  remaja  pada MTQ Tingkat  Nasional di Semarang Jawa Tengah, kemudian, Tahun 1992  menjadi juara I  golongan  dewasa  pada  MTQ Tingkat Nasional di Kendari Sulawesi Tenggara, Tahun 1993 terpilih mewakili Indonesia pada MTQ Internasional di Iran dan berhasil menjadi juara Internasional.

Beliau sekarang  bekerja  sebagai  PNS di Kanwil  Kementerian Agama Provonsi Kalsel. Sebelumnya  beliau pernah bertugas sebagai penyuluh agama pada  KUA Kecamatan Belawang, Barito Kuala (1986-1989), penyuluh agama pada KUA Kec. Haruai Tabalong  (1993-1994), penyuluh  agama pada  KUA Kecamatan  Aluh-Aluh Kabupaten Banjar (1998-2000), kemudian  menjadi Kepala Seksi Penyuluhan Kanwil Departemen Agama Provinsi kalsel (2005), dan terakhir sebagai Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Banjarbaru.

Telah berpulang ke rahmarullah pada hari Kamis, 20 Mei 2021 M bertepatan dengan 8 Syawal 1442 H. Di makamkan di alkah keluarga di Tirik Banua Padang- Rantau, Kabupaten Tapin, Kalsel.

Diantara kalam beliau:

“Karena al-Qur’an  itu diturunkan  berbahasa  arab, maka  upaya agar mengaji kita bagus harus bernuansa lagu-lagu yang berkisar arab. Kebanyakan kita mencontoh dari qari-qari Mesir. Terus terang Indonesia ini hanya mengadopsi lagu-lagu  dari  luar saja.Tapi tidak berarti kita tidak mengembangkannya, ada juga, namun berkisar dari itu-itu saja”

“Sepanjang tidak melampaui batas tajwid yang sudah ada, silakan saja mengembangkan lagu-lagu mengaji, terserah mau meniru gaya Musthafa Ismail atau Abdul Basit dan lain-lain”. ……….

“Dalam sebuah hadits, ada diriwayatkan bahwa rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang tidak senang atau tidak mau melagukan al-Qqur’an, dia bukan golonganku”. Berarti Rasulullah saw itu sangat senang denganorang yang melagukan al-QQur’an. Sepanjang tidak melampaui batas tajwid yang sudah ada, silakan saja mengembangkan lagu-lagu mengaji, terserah mau meniru gaya Musthafa Ismail atau Abdul Basit dan lain-lain”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar