Habib Muhammad bin Ali Assegaf lahir di
Surabaya, Sabtu, 4 April 1959 M (bertepatan dengan 25 Ramadhan 1378 H). Beliau kemudian hijrah ke Amuntai. Aktivitas beliau adalah berdakwah dan mengisi Majelis taklim “Raudhatul Muhsinin” , “Nurul Mustofa” Sungai Karias pada malam ahad dan kamis sore. Di Paringin
beliau juga membuka Majelis Taklim yang namanya juga Majelis Taklim “Nurul
Musthofa”.
Diantara kalam
beliau:
“Ilmu apa saja ada pada Rasulullah, ilmu yang bisa dipelajari, ilmu yang
tidak bisa dipelajari, ilmu yang zahir, ilmu yang bathin, ilmu apa saja ada
pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”,
“Ilmu lebih hebat daripada ibadah sebab orang yang duduk didalam maqam
mencari ilmu, itu lebih baik daripada orang yang sembahyang 1000 raka’at, (asalkan)
kalau niatnya bujur”.
“Adapun kita ini, kalau menuntut ilmunya ilmu umum, maka kita niati untuk
mencari redha Allah”
“Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat atas segala
ucapan-ucapan, atas segala perbuatan-perbuatan, itu didengar oleh Allah,
dilihat oleh Allah dan akan ditanyai oleh Allah. Bahkan, perbuatan kita yang
tersembunyi dilihat oleh Allah, didengar oleh Allah dan dinilai oleh Allah”.
“Berkah itu apa? Berkah itu artinya : cukup. Pilih mana sugih atau cukup ?
karena sugih belum tentu cukup, tetapi kalau cukup pasti sugih”.
“Kuncinya seseorang supaya berkah, cukup dalam kehidupannya, dan tidak
pernah merasa kurang, itu nomor satu al-Qur’an menyatakan beriman kepada Allah,
yakin kepada Allah, jangan ragu-ragu kepada Allah. Yang kedua adalah jalankan
perintah. Cukup! “.
“Orang yang beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya, orang-orang Islam
yang menjalankan agamanya dengan sungguh-sungguh akan mendapatkan keselamatan.”
“Beramal shaleh itu artinya beradab yang sebaik-baiknya, menjalankan
perintah agama dengan sebaik-baiknya, beribadah kepada Allah dengan
sebaik-baiknya, bergaul dengan sesama dan memuliakan manusia dengan
sebaik-baiknya”.
“Dengan bertaqwa, Allah akan memberikan kesuksesan, akan memberikan jalan
penyelesaian dari berbagai permasalahan kehidupan yang kita alami, sebagaiman
firman-Nya dalam Qs. Ath-Thalaq (65) : 2-3), ”wa yarzuqhu min haitsu la
yahtasib” (dan memberinya rezki dari
arah yang tidak disangka-sangka)”
“Ada 5 malam-malam istimewa yang penuh berkah, yaitu lailatun nisfu
sya’ban, lailatul ‘idil fitri, lailatul ‘idul adha, lailatul jum’ah dan
lailatul qadr”.
“Bulan ramadhan itu tidak ada bandingannya, tidak ada bandingannya sehebat
bulan ramadhan, sampai-sampai ada orang mati di bulan Ramadhan, (maka) sorga
tempatnya. Kada mamandang orang kaya (seperti) apa asalkan muslim asalkan dia
orang beriman, pasti, dipastikan karena pintu sorga sudah dibuka, (dan) neraka
ditutup di bulan Ramadhan”.
“Dalam masalah kehidupan manusia ini, inginnya kita itu “Rokhah”. Rokhah
itu senang. Tapi mencari senang itu sepertinya sulit. Semua orang ingin senang.
Sehingga dikatakan sebagian ulama : rakhatun fiddunya muhallun.
Orang yang menjadi Rokhah, senang, santai, jinak dalam kehidupan ini (maka) itu
kada mungkin, muhal. Tidak bisa orang mau rokhah dalam kehidupan dunia ini,
(karena) rokhah yang sebujur-bujurnya hidup ini apa? Misal, orang yang sugih,
menurut pian apakah orang sugih itu senang, punya mobil dsb. Senang, tapi itu
kata pian, hakikatnya orang sugih itu bingung. Kenapa orang sugih bingung ?
Banyak orang sugih ternyata kehidupannya membingungkan. Ada orang sudah kaya
raya tapi matinya bunuh diri, bingung kan. Orang sugih kada sempat dia itu
beribadah. Kerja 24 jam. Tambah orang sugih tambah bingung karena urusannya
nyantol pada .... Orang sugih ja bingung apalagi orang miskin. (jadi) tidak
bisa orang itu mau rokhah (senang) dalam kehidupan didunia ini, (karena) rokhah
yang sebujur-bujurnya hidup ini apa? Cuma ada dikatakan : rokhatun
fiddunya ma’a ahlul kamal. Sebenarnya senang sejahtera enak dalam
kehidupan didunia ini hanya untuk orang-orang yang ahlul kamal (orang yang
sempurna), artinya, akalnya waras. Orang waras itu, orang yang berkompetisi tapi
tidak terpengaruh dengan kekayaannya, orang yang beribadah tetapi tidak ujub
dengan ibadahnya, tidak sombong, tidak hasud, tidak ada dengki, ini sifat ahlul
kamal, seperti (menyerupai) orang-orang ahlul jannah. Maka dikatakan (bahwa)
para alim ulama, para auliya, sebelum masuk sorga (mereka) sudah punya sorga.
Para auliya itu “ahlul kamal”, makanya dikatakan (dalam al-Qur’an) : “alaa
inna auliyaa Allahi laa khaufun ‘alaihim wa laahum yahzanuun” (Qs.
Yunus : 62). Tidak ada rasa takut, tidak ada rasa susah karena mereka itu tidak
khawatir atas apa yang luput dari mereka, dan mereka juga tidak bersedih hati”.
“Orang itu kalau dunianya selamat, Insya Allah akhiratnya juga selamat”.
“Ada dunia itu namanya “mahmudah” yaitu dunia yang terpuji.
Bagaimana dunia yang terpuji yang dimiliki oleh ahlul kamal ini? Yaitu dunia
yang bisa menyampaikan kepada pekerjaan yang baik, atau yang bisa menjadikan
orang yang memiliki dunia itu bisa melakukan perbuatan baik, seperti shalat,
bersedekah daripada ibadah yang langsung kepada Allah dan ibadah yang lewat manusia
itu baik dunianya”.
“Ada disebutkan, barangsiapa membaca shalawat 300 kali, sehari semalam,
asal istiqamah dilakukan, maka tidak akan terkena pada orang itu kefaqiran
seumur hidupnya. Ini (salah satu faedah, pen) shalawat. Tetapi kadang-kadang kita ini malas, (maunya)
membaca shalawat yang paling pendek. Nabi ditanya (oleh para sahabat) bagaimana
kami ini membaca shalawat kepada engkau. Katakanlah (ucapkanlah) : “Allahumma
shalli ‘ala Muhammad, wa ali Muhammad”. Teks haditsnya begitu. Tetapi ulama-ulama
Ahlussunnah wal jama’ah, para wali-wali Ahlussunnah wal jama’ah, (kemudian)
menambah karena “ta’aduban”, karena mereka itu sangat menghormati
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam., sehingga ditambah “saidina”
(menjadi) : “Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali sayyidina
Muhammad’. Jadi ditambahnya itu untuk penghormatan kepada Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Arti sayyidina itu junjungan kita. Itu paling
minimnya dibaca 1000 kali”.
“Orang yang membaca shalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam itu rezekinya datang, sama dengan orang yang sembahyang, kalau bagus
sembahyangnya, maka orang itu akan didatangi rezeki, bukan rezekinya yang kita
cari, tetapi rezekinya yang datang kepada kita, (tetapi) kalau sembahyangnya
itu bagus, memenuhi syarat”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar