Kamis, 20 Juli 2017

HABIB ABDILLAH



Habib Abdillah bin Abubakar bin Ibrahim bin Abubakar bin Hasan al-Habsy, lahir di Banjar, Senin, 20 Desember 1967 M (bertepatan dengan 18 Jumadil awal 1383 H), adalah Pimpinan (Rais) Majelis taklim “Ash-Shalawatiyah” Pamintangan, Amuntai.
Setelah menyelesaikan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah di Banjarmasin, beliau menimba ilmu di Pondok pesantren “Ibnul Amin” Pamangkih selama 7 tahun, kemudian melanjutkan ke pondok pesantren “Darussalam” Martapura selama + 4 tahun.
Habib Abdillah banyak menyampaikan pengajian pada beberapa majelis taklim baik mingguan taupun tengah bulanan, seperti majelis mingguan yang berada di desa Pamintangan, Sungai Turak, Panawakan, haur gading, dan sebagainya. Sedangkan yang berada di luar daerah, seperti  Ampah, Mahe, Barabai, Pantai Hambawang, jangkung (Tanjung), dan sebagainya diselenggarakan setiap 2 minggu sekali.
Beliau adalah menantu KH. Muhammad Janawi. Dari Hj. Uflihah beliau dianugerahi beberapa orang permata hati, yaitu Habib Ali Zainal Abidin, Habib Muhammad Alwi, Sayyid Amin Kutbi, Sayyid Ibrahim, Sayyid Aqil dan Sayyid Muhammad Faqih Muqaddam. Sedangkan dari istrinya yang bernama Syarifah Mu’tiah dianugerahi Syarifah Norsyifa, Syarifah Maharani dan Sayyid Muhammad Tahir. Dan dari istri Norhasanah, beliau dianugerahi Sayyid Salim dan Syarifah Norjannah.


Diantara kalam beliau:

“Ibaratnya, amun kita baisi (mempunyai) sepeda motor buruk lalu kita isi dengan bensin murni, (maka) bawa ka banjar, tambus (sampai), ke Puruk Cahu, tambus, karena bensinnya murni. (Tapi) coba kita bawa, meskipun motornya hanyar tapi kita isi dengan bensin campuran, paling sampai Pantai Hambawang, mesinnya dadarudut. Demikian pula, bila tubuh kita tamakan atau taminum nang haram, maka orang yang dulunya rajin sembahyang, bakoler (malas), ada ceramah agama, koler, ada undangan maulid, koler. Tapi mun ada acara bamusik, orkes capat, (padahal) nang panyanyinya, pemain musiknya, nang umpat bahadir, bajoget-joget haram”.

“Mengapa kita harus bergembira ketika dibacakan marhaban, adalah karena yang datang adalah Rasulullah. Sama seperti seorang cucu bergembira ketika melihat kakeknya datang, dan kakekpun senang melihat cucunya. Demikian pula kita, hendaknya mengungkapkan kegembiraan bertemu Rasulullah”.

“Maulid Rasulullah itulah yang akan mendinginkan. Mengambil I’tibar dari peristiwa Isra Mi’raj, sewaktu Nabi kita dibawa berkunjung ke dalam neraka, tiba-tiba neraka menjadi dingin, ada apa gerangan ? ternyata Rasulullah masuk (melihat) ke dalam neraka Jahannam. Itu sebagai contoh, bila dirumah kita tu rancak bakalahian (sering berkelahi), atau panasan, baik kita bacakan shalawat, dingin tu rumah sampiyan”

“Aku melihat sendiri wudhu  banyak salah, shalat banyak luput karena kada belajar. Kalau kita kada belajar, beribadah apapun di dunia apabila kita kada berguru, kada belajar dengan tuan guru dikampung, maka ibadah kita ditolak Allah Subhanahu wa ta’ala, apabila ditolak berarti neraka menunggu”.

“Ujar Nabi, apabila kita telah salam (membaca) Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu, letakkan tangan kamu diubun-ubun, lalu ucapkan “Bismillahil ladzi huwarrahmanurrahiim”,  jangan tuturutan langsung menyapuakan kamuha (mengusap wajah) . Kada tahu karena kada balajar”

“Beramal tanpa ilmu tidak akan memberikan manfaat apa-apa, Allah SWT tidak akan menerima amalan yang dilakukan tanpa ilmu, untuk itulah hadits nabi menyuruh kita menuntut ilmu sejak lahir hingga mati”.

2 komentar:

  1. Ada pang sedikit salah..bini sidin no 2 Siti mu'tiah bukan Syarifah ,,dan anak dari bini k3 Syarifah ruqayyah bukan Syarifah norjannah.... sedikit meluruskan🙏🙏🙏

    BalasHapus
  2. Sebagian biografi beliau penulis kutip dari ekspos Skripsi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Antasari : Sartuni, S.Sos (2018) "Strategi Komunikasi Dakwah Habib Abdillah bin Abu Bakar al-Habsyi terhadap Majelis Taklim Ash-Shalawatiyyah Kabupaten Hulu Sungai Utara".
    Hasil wawancara pribadi (Sartuni,S.Sos) dengan Habib Abdillah bin Abu Bakar al-Habsyi, Agustus 2017, hal. 24

    BalasHapus