Jumat, 21 Juli 2017

Drs. KH. DARUL QUTHNI,MH




Drs. KH. Darul Quthni, MH, lahir di Amuntai, Kamis, 13 Mei 1954 M (bertepatan dengan 10 Ramadhan 1373 H). Adalah lulusan Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin Jurusan Ilmu Perbandingan Agama (1982), sedangkan gelar S-2 Hukum diperoleh pada Universitas Administrasi Negara Surabaya (2004).
Pertama kali diangkat menjadi pegawai negeri sipil di lingkungan Departemen Agama Kab. Hulu Sungai Utara pada tahun 1980.  setelah itu berturut-turut menjadi Kepala Urusan Umum (1982), Kepala Sub Bagian TU (1986), Kepala Seksi Penais pada Kantor Depag HSU (1994 – 2002). Selanjutnya menjadi Kepala Biro Urusan Agama Islam pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Kalimantan Selatan (2002 – 2004).
Pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Banjarmasin periode 2004-2006, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Batola  tahun  2006 – 2008, dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Banjarbaru periode 2008-2010.

Disamping pengalaman di bidang professional karir, beliau juga aktif didalam berbagai organisasi keislaman, diantaranya pengurus Badan Amil Zakat (BAZ) Propinsi Kalsel (2002 – 2005), Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Kalsel  (2003 – 2012), Lembaga Pengembangan TilawatilQur’an (LPTQ) Propinsi Kalsel periode 2002 – 2006 dan periolde 2010 sampai sekarang), Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi Kalsel (2010 sampai sekarang), Ketua Badan Pengelola Mesjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin, san juga diberi kepercayaan untuk menjadi Anggota Dewan Pengawas Syari’ah sejak Januari 2018.

Diantara kalam beliau:

“Peran ulama sangat penting. Kita tidak bisa hanya berguru atau mencari ilmu di internet. Berguru langsung kepada ulama itu mengandung nilai keberkahan dan memunculkan sinar-sinar keilmuan. Setiap ilmu harus dicari melalui proses yang benar yakni melalui guru atau ulama. Belajar agama tidak bisa melalui internet dan media sosial semata, sehingga sumber ilmu bisa dipertanggungjawabkan. Jika belajar ilmu tanpa guru yang tepat, (maka) gurunya itu setan. Inilah ancaman bagi ummat yang ingin mendalami ilmu tanpa guru yang tepat”

“Meminta do’a  penerang  hati itu dimasyarakat merupakan bagian yang sering mereka lakukan pada momen-momen  tertentu. Misalnya, pada waktu saprah amal;  air, pisang, telor dibacakan  do’a oleh ulama dengan niat mereka yang mengonsumsinya semoga memperoleh barokah penerang hati. Dan yang namanya do’a agama tidak pernah menentang. Meminta do’a penerang hati sebenarnya  positif.  Secara  material itu merupakan  wujud  penyerahan diri kepada Allah bahwa kita ini lemah”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar