Minggu, 30 Juli 2017

KH. MUHAMMAD HUSAINI


KH. Muhammad Husaini, lahir di Amuntai , Sabtu, 25 November 1961 M (bertepatan dengan 16 Jumadil Akhir 1381 H). Beliau berpendidikan dunia pesantren, yaitu Pondok Pesantren “Rasyidiyah Khalidiyah” (Rakha) Amuntai, Pondok Pesantren “Ibnu Amin” Pemangkih dan Pondok Pesantren “Darussalam” Martapura. Mulai terjun kedunia dakwah pada tahun 1980-an.

Kemudian pada tahun 1988 beliau mengabdikan diri menjadi pendidik dilingkungan Ponpes Rasyidiyah Khalidiyah. Pernah pula menjadi guru di Ponpes “Ar-Raudhah” Pasar Senin Amuntai. Pada  setiap hari Rabu beliau mengisi Majelis Pengajian di “al-Ma’arif” Amuntai.

 Telah berpulang ke rahmatullah pada hari Selasa, 12 Maret 2024 (bertepatan dengan 1 Ramadhan 1445 H). Di makamkan di Desa Tambalangan.


Diantara kalam beliau:

Baamal mun kada ikhlas, bahujung lapah wara, kada dapat apa-apa”

“untuk menyempurnakan keikhlasan dalam beramal, maka seseorang harus memandang ke dalam hati, bahwa kita ini adalah hamba”

“dalam beramal, di samping kita menyakini akan janji Allah, tapi juga harus disertai keikhlasan”

“Masa depan yang harus kita pikirkan adalah tentang kehidupan akherat. Kita tu kadang-kadang (memikirkan) kaya apa kaina aku tuha (bagaimana nanti aku tua) nyaman baistirahat, batanang-tanang umpamanya, jadi wahini balapah (sekarang bekerja keras) dahulu bagawi (bekerja). Itu mamikirakan tuha  (tua), mun sawat (jika sempat) katuha. Padahal nang ianya adalah kehiduopan akherat. Itu nang harus kita pikirkan”.

“Bagi orang beriman, ujian adalah untuk meningkatkan derajat, karena mereka selalu redha dengan apa yang sudah ditentukan Tuhan. Nang merasa susah akibat musibah bencana tu kada sabarataan. Bagi orang baiman (menjadi) peringatan untuk menyadarkan lawan kekeliruan-kekeliruan, kesalahan-kesalahan selama ini, itupun bagi orang yang sadar. Tapi bagi orang yang tidak sadar (sebab) dia tidak mau menghubungkan lawan agama, apa yang terjadi itu sekedar fenomena alam katanya. Sehingga kadada kesadaran sama sekali, itu nang akibatnya bisa babangat (bertambah parah)”.

“Karena kita mamandir, (karena) kadang-kadang tujuan mamandir tu kada lain supaya dapat pujian, supaya dapat penilaian baik, lalu ditulislah amalnya itu sebagai amal riya’

“Setiap amal itu akan menjadi bukti, sebab kalau kita mamandir lalu kadada buktinya, itu dusta ngarannya. Ujar Ulama (perkataan Hatim Zahid), ada 4 nang keempatnya dusta, (yaitu) : mengaku cinta kepada Allah tanpa menjauhi yang haram itu dusta, menginginkan sorga tanpa membelanjakan hartanya untuk ta’at kepada Allah, itu dusta, mengaku cinta kepada rasul tanpa mengikuti sunnah ajaran beliau, itu dusta jua, dan menginginkan kemuliaan pangkat nang tinggi tanpa bergaul dengan fakir miskin, tu dusta jua”.

“Yang dikehendaki dari sering mengingat kematian tu pintangan apanya ? (yaitu) orang yang beriman dengan tanggungjawab sesudah kematian, nah yang ini bias membuat sadar, termasuk orang yang memperbanyak bekal untuknya”

“Kalau orang sudah cinta dunia mencintai harta, kalau mencintai harta ia cinta dengan istana, orang yang cinta istana dia cinta dengan kehidupan, orang yang cinta kehidupan kada ingat dimati lagi karena cintanya hanya lawan makhluk, jadi kada tahu di Tuhan”.

“Harta tu kalau halal ada hisab, tetapi kalau sudah kada halal maka ancamannya siksa”

“Zakat itu milik mustahiq yang harus kita serahkan kepada mereka, jadi kada usah diakalani, kada usah dihilah-hilah nang sakira-kira kawa menyerahkan lawan orang nang kada berhak. Jangan kaya itu pemikiran kita”.

“Taqwa adalah wasiat (dari) Allah untuk ummat manusia sejak dahulu, sekarang dan yang akan datang”

“Mun seseorang kadada lagi rezekinya kada pacangan hidup, jadi jangan beranggapan bahwa datangnya rezeki itu lambat”

“Orang yang kada sembahyang itu safih, ibaratnya bodoh”

“Banyak masyarakat yang pengangguran, yang semestinya mereka mempunyai potensial untuk bekerja mencari nafkah, banyak lapangan pekerjaan, tapi inya kada hakun bagawi (tidak mau bekerja), kadang-kadang berharap barian orang, jadi orang yang kawa bagawi tapi kada bagawi sebenarnya kada kawa (tidak bisa) dimasukkan ke dalam kategori fakir miskin”.

“Bersedekah tu yang bagus dirahasiakan. (misalnya berkata: ) “Ini ada orang bakirim”. Badusta bolehlah. Karena ada maslahat maka kita boleh. Padahal duit kita jua ai. Nah itu rahasia ngarannya. Tangan kanan manjulung (menyerahkan) tangan kiri kada tahu. Bahasa kinayahnya kaya itu. Sedekah rahasia, bukan (minta) dirahasiakan. (tapi) kalau ada yang tahu tu kada rahasia lagi ngarannya”

“Pada saat Allah Subhanahu wa ta’ala mendatangkan kebaikan, (maka) dicurahkannya  bala sebanyaknya. (Maksudnya) orang-orang yang dikasihi-Nya itu, banyak dapat susahnya”

“Orang-orang shaleh gembira dengan semua kesulitan yang mereka hadapi semasa hidupnya, sebab semua itu menebus dosa-dosanya”.

“Harta seseorang itu ibarat beras yang masih bercampur dengan kerikil dan kotoran-kotoran lainnya. Apabila harta itu dizakati sama artinya membuang kotoran-kotoran yang ada di dalam beras tersebut untuk kemudian baru dimasak. Tetapi apabila harta tidak dikeluarkan zakatnya, sama halnya dengan memakan nasi yang bercampur dengan berbagai kotoran”.

“Orang bahari menilai kebaikan seseorang itu melihat kaya apa inya (seperti apa dia) itu bertetangga. Seumpama jiran tetangganya memujinya, menganggap inya (dia) baik, maka ini menjadi dalil bahwa orang itu termasuk ahli khair dan untung. Tetapi jika jiran tetangganya sarik (marah, tidak senang, dsb),  itu menunjukkan orang itu kada (tidak) baik”

“Dalam beribadah, yang paling penting untuk dituntut adalah masalah kaifiyat (cara) beramal. Kemudian setelah itu mengenai adab/ akhlaq”.

“Amalan itu ada yang nampak ada pula yang tidak nampak. Adapun amalan yang intangannya (menurut ketentuannya) nampak maka harus dinampakkan, seperti jihad dan shalat berjama’ah. Sedangkan amalan yang intangannya tidak nampak atau rahasia, maka kada perlu jua dinampakkan. Semuanya itu harus ikhlas dan bisa menghindarkan diri dari sifat riya”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar