KH. Muhammad Husaini, lahir di Amuntai , Sabtu, 25 November 1961 M (bertepatan
dengan 16 Jumadil Akhir 1381 H). Beliau berpendidikan dunia pesantren, yaitu Pondok
Pesantren “Rasyidiyah Khalidiyah”
(Rakha) Amuntai, Pondok Pesantren “Ibnu
Amin” Pemangkih dan Pondok Pesantren “Darussalam”
Martapura. Mulai terjun kedunia dakwah pada tahun 1980-an.
Kemudian pada tahun 1988 beliau mengabdikan diri menjadi pendidik
dilingkungan Ponpes Rasyidiyah Khalidiyah. Pernah pula menjadi guru di Ponpes “Ar-Raudhah” Pasar Senin Amuntai. Pada setiap hari Rabu beliau mengisi Majelis
Pengajian di “al-Ma’arif” Amuntai.
Telah berpulang ke rahmatullah pada hari Selasa, 12
Maret 2024 (bertepatan dengan 1 Ramadhan 1445 H). Di makamkan di Desa
Tambalangan.
Diantara kalam
beliau:
“Baamal mun kada ikhlas, bahujung lapah wara, kada dapat apa-apa”
“untuk menyempurnakan keikhlasan dalam beramal, maka seseorang harus
memandang ke dalam hati, bahwa kita ini adalah hamba”
“dalam beramal, di samping kita menyakini akan janji Allah, tapi juga
harus disertai keikhlasan”
“Masa depan yang harus kita pikirkan adalah tentang kehidupan akherat. Kita
tu kadang-kadang (memikirkan) kaya apa kaina aku tuha (bagaimana nanti
aku tua) nyaman baistirahat, batanang-tanang umpamanya, jadi wahini balapah
(sekarang bekerja keras) dahulu bagawi (bekerja). Itu mamikirakan tuha (tua), mun sawat (jika
sempat) katuha. Padahal nang ianya adalah kehiduopan akherat. Itu nang
harus kita pikirkan”.
“Bagi orang beriman, ujian adalah untuk meningkatkan derajat, karena
mereka selalu redha dengan apa yang sudah ditentukan Tuhan. Nang merasa susah
akibat musibah bencana tu kada sabarataan. Bagi orang baiman (menjadi)
peringatan untuk menyadarkan lawan kekeliruan-kekeliruan, kesalahan-kesalahan
selama ini, itupun bagi orang yang sadar. Tapi bagi orang yang tidak sadar
(sebab) dia tidak mau menghubungkan lawan agama, apa yang terjadi itu sekedar
fenomena alam katanya. Sehingga kadada kesadaran sama sekali, itu nang
akibatnya bisa babangat (bertambah parah)”.
“Karena kita mamandir, (karena) kadang-kadang tujuan mamandir tu kada
lain supaya dapat pujian, supaya dapat penilaian baik, lalu ditulislah amalnya
itu sebagai amal riya’
“Setiap amal itu akan menjadi bukti, sebab kalau kita mamandir lalu
kadada buktinya, itu dusta ngarannya. Ujar Ulama (perkataan Hatim Zahid), ada 4
nang keempatnya dusta, (yaitu) : mengaku cinta kepada Allah tanpa menjauhi yang
haram itu dusta, menginginkan sorga tanpa membelanjakan hartanya untuk ta’at
kepada Allah, itu dusta, mengaku cinta kepada rasul tanpa mengikuti sunnah
ajaran beliau, itu dusta jua, dan menginginkan kemuliaan pangkat nang tinggi tanpa
bergaul dengan fakir miskin, tu dusta jua”.
“Yang dikehendaki dari sering mengingat kematian tu pintangan
apanya ? (yaitu) orang yang beriman dengan tanggungjawab sesudah kematian, nah
yang ini bias membuat sadar, termasuk orang yang memperbanyak bekal untuknya”
“Kalau orang sudah cinta dunia mencintai harta, kalau mencintai harta ia
cinta dengan istana, orang yang cinta istana dia cinta dengan kehidupan, orang
yang cinta kehidupan kada ingat dimati lagi karena cintanya hanya lawan
makhluk, jadi kada tahu di Tuhan”.
“Harta tu kalau halal ada hisab, tetapi kalau sudah kada halal maka
ancamannya siksa”
“Zakat itu milik mustahiq yang harus kita serahkan kepada mereka,
jadi kada usah diakalani, kada usah dihilah-hilah nang
sakira-kira kawa menyerahkan lawan orang nang kada berhak. Jangan kaya itu
pemikiran kita”.
“Taqwa adalah wasiat (dari) Allah untuk ummat manusia sejak dahulu,
sekarang dan yang akan datang”
“Mun seseorang kadada lagi rezekinya kada pacangan hidup, jadi jangan
beranggapan bahwa datangnya rezeki itu lambat”
“Orang yang kada sembahyang itu safih, ibaratnya bodoh”
“Banyak masyarakat yang pengangguran, yang semestinya mereka mempunyai
potensial untuk bekerja mencari nafkah, banyak lapangan pekerjaan, tapi inya
kada hakun bagawi (tidak mau bekerja), kadang-kadang berharap barian
orang, jadi orang yang kawa bagawi tapi kada bagawi sebenarnya kada kawa
(tidak bisa) dimasukkan ke dalam kategori fakir miskin”.
“Bersedekah tu yang bagus dirahasiakan. (misalnya berkata: ) “Ini ada orang bakirim”. Badusta
bolehlah. Karena ada maslahat maka
kita boleh. Padahal duit kita jua ai. Nah itu rahasia ngarannya. Tangan kanan manjulung (menyerahkan) tangan kiri kada
tahu. Bahasa kinayahnya kaya itu.
Sedekah rahasia, bukan (minta) dirahasiakan. (tapi) kalau ada yang tahu tu kada
rahasia lagi ngarannya”
“Pada saat Allah Subhanahu wa ta’ala mendatangkan
kebaikan, (maka) dicurahkannya bala sebanyaknya. (Maksudnya) orang-orang yang
dikasihi-Nya itu, banyak dapat susahnya”
“Orang-orang shaleh gembira dengan semua
kesulitan yang mereka hadapi semasa hidupnya, sebab semua itu menebus
dosa-dosanya”.
“Harta seseorang itu ibarat beras yang masih bercampur dengan kerikil dan
kotoran-kotoran lainnya. Apabila harta itu dizakati sama artinya membuang
kotoran-kotoran yang ada di dalam beras tersebut untuk kemudian baru dimasak.
Tetapi apabila harta tidak dikeluarkan zakatnya, sama halnya dengan memakan nasi yang
bercampur dengan berbagai kotoran”.
“Orang bahari menilai kebaikan seseorang
itu melihat kaya apa inya (seperti apa dia) itu bertetangga. Seumpama
jiran tetangganya memujinya, menganggap inya (dia) baik, maka ini
menjadi dalil bahwa orang itu termasuk ahli khair dan untung. Tetapi
jika jiran tetangganya sarik (marah, tidak senang, dsb), itu menunjukkan orang itu kada (tidak)
baik”
“Dalam beribadah, yang paling penting untuk
dituntut adalah masalah kaifiyat (cara) beramal. Kemudian setelah itu
mengenai adab/ akhlaq”.
“Amalan itu ada yang nampak ada pula yang tidak
nampak. Adapun amalan yang intangannya (menurut ketentuannya) nampak
maka harus dinampakkan, seperti jihad dan shalat berjama’ah. Sedangkan amalan
yang intangannya tidak nampak atau rahasia, maka kada perlu jua
dinampakkan. Semuanya itu harus ikhlas dan bisa menghindarkan diri dari sifat
riya”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar