Jumat, 21 Juli 2017

H. SYAM'UNI





H. Syam’uni bin Ali Hasan lahir di Amuntai, Jum’at, 7 Mei 1971 M (bertepatan dengan 11 Rabiul Awwal 1391 H). Pernah menimba ilmu di  Pesantren Makkah.
Beliau adalah Imam Masjid Raya “At-Taqwa  Amuntai sekaligus mengisi pengajian di Masjid Raya Amuntai, dan majelis taklim “Sirajul Munir” Murung Sari. Sekarang diangkat menjadi Ketua Badan Pengelola Mesjid Raya “At-Taqwa” Amuntai.

Diantara kalam beliau:

“Sombong adalah sifat yang sangat tercela dalam agama. Sifat sombong dapat menyebabkan hancurnya persaudaraan dan renggangnya keakraban. Sombong terbagi atas 3 kategori, pertama sombong kepada Allah, yaitu tidak mau beriman kepada Allah, lupa kepada perjanjian sewaktu dialam arwah. Kedua, sombong terhadap Rasulullah, yaitu tidak mau menerima agama yang dibawa Rasulullah, tidak mau mengikuti sunnah. Dan Ketiga, sombong terhadap sesama makhluk, yaitu sifat yang merasa kaya, merasa hebat, merasa mulia, merasa alim, dan lain-lain daripada orang lain”.

“Nikmat dunia hanyalah sementara, dank arena sementara itulah kita hendaknya mempersiapkan diri mempersiapkan segala bekal bagi kehidupan, perjalanan hidup yang lebih panjang dan abadi, yakni kelak di kampong akhirat”.

“Tidak berlebihan apabila kita berkeyakinan, manakala masyarakat telah dihiasi dengan jiwa persaudaraan yang penuh kasih sayang akan terwujudnya suatu keadaan masyarakat yang aman, damai dan bahagia lahir maupun bathin, itu semuanya dapat diusahakan dengan terlebih dahulu memelihara iman serta meningkatkan taqwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala”

“Apabila dua laki bini bahual, basasarikan, bila inya kada minta ampun lawan Allah, nang bini kada hakun maampuni laki dan nang laki kada hakun maampuni bini, (lalu) mati, maka akan dihimpit bumi”

“Bila handak luas lagi kubur kita, maka pertama, perbanyak dzikrullah, mengucap La ilaha illallah, kedua, banyak-banyak baca al-Qur’an, ketiga, banyaki basadakah, dan keempat banyaki bershalawat lawan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam”.

Subhanalladzi asraa bi’abdihi (Maha Suci Allah yang memperjalankan hamba-Nya...) QS. Al-Israa (17) : 1). Mengapa tidak dengan sebutan nama Muhammad, tetapi dengan kata ‘abdihi ? Karena ‘abdihi adalah pangkah tertinggi bagi makhluk. Meskipun seseorang itu bernama Muhammad, tetapi amun kelakuan tidak baik, maka berarti belum mencapai tingkat penghambaan kepda Allah”.

“Belajar dari dibelahnya dada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, yang kemudian diisi dengan iman, islam dan ihsan serta hilm, sewaktu mau menerima perintah shalat, maka kita juga harus membersihkan hati dulu sebelum melakukan shalat (sebab) bila hati kita kotor (ada penyakit hati, pen), maka shalatnya bisa kada bapahala.”

“Hendaknya kita bersikap pemurah jangan pemarah”

“Ketika Rasulullah disediakan buraq dari surga, rasulullah menangis memikirkan apakah nantinya ummat beliau juga mempunyai tunggangan, saking cintanya beliau kepada ummatnya. Maka sudah selayaknya juga kita ketika mengendarai kendaraan bershalawat kepada beliau”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar