H. Syam’uni bin
Ali Hasan lahir di Amuntai, Jum’at, 7 Mei 1971 M (bertepatan dengan 11 Rabiul Awwal 1391 H). Pernah menimba ilmu di
Pesantren Makkah.
Beliau adalah
Imam Masjid Raya “At-Taqwa” Amuntai sekaligus mengisi pengajian di Masjid
Raya Amuntai, dan majelis taklim “Sirajul
Munir” Murung Sari. Sekarang diangkat menjadi Ketua Badan Pengelola Mesjid
Raya “At-Taqwa” Amuntai.
Diantara
kalam beliau:
“Sombong adalah sifat yang sangat tercela dalam agama. Sifat
sombong dapat menyebabkan hancurnya persaudaraan dan renggangnya keakraban.
Sombong terbagi atas 3 kategori, pertama sombong kepada Allah, yaitu
tidak mau beriman kepada Allah, lupa kepada perjanjian sewaktu dialam arwah. Kedua,
sombong terhadap Rasulullah, yaitu tidak mau menerima agama yang dibawa
Rasulullah, tidak mau mengikuti sunnah. Dan Ketiga, sombong terhadap sesama
makhluk, yaitu sifat yang merasa kaya, merasa hebat, merasa mulia, merasa alim,
dan lain-lain daripada orang lain”.
“Nikmat dunia hanyalah sementara, dank arena sementara itulah kita
hendaknya mempersiapkan diri mempersiapkan segala bekal bagi kehidupan,
perjalanan hidup yang lebih panjang dan abadi, yakni kelak di kampong akhirat”.
“Tidak berlebihan apabila kita berkeyakinan, manakala masyarakat
telah dihiasi dengan jiwa persaudaraan yang penuh kasih sayang akan terwujudnya
suatu keadaan masyarakat yang aman, damai dan bahagia lahir maupun bathin, itu
semuanya dapat diusahakan dengan terlebih dahulu memelihara iman serta
meningkatkan taqwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala”
“Apabila dua laki bini bahual, basasarikan, bila inya
kada minta ampun lawan Allah, nang bini kada hakun maampuni laki dan
nang laki kada hakun maampuni bini, (lalu) mati, maka akan dihimpit
bumi”
“Bila handak luas lagi kubur kita, maka pertama,
perbanyak dzikrullah, mengucap La ilaha illallah, kedua,
banyak-banyak baca al-Qur’an, ketiga, banyaki basadakah, dan keempat
banyaki bershalawat lawan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam”.
“Subhanalladzi asraa bi’abdihi (Maha
Suci Allah yang memperjalankan hamba-Nya...) QS. Al-Israa (17) : 1). Mengapa
tidak dengan sebutan nama Muhammad, tetapi dengan kata ‘abdihi ? Karena ‘abdihi
adalah pangkah tertinggi bagi makhluk. Meskipun seseorang itu bernama Muhammad,
tetapi amun kelakuan tidak baik, maka berarti belum mencapai tingkat
penghambaan kepda Allah”.
“Belajar dari dibelahnya dada Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam, yang kemudian diisi dengan iman, islam dan ihsan serta hilm,
sewaktu mau menerima perintah shalat, maka kita juga harus membersihkan hati
dulu sebelum melakukan shalat (sebab) bila hati kita kotor (ada penyakit hati, pen), maka shalatnya bisa kada bapahala.”
“Hendaknya kita bersikap pemurah jangan
pemarah”
“Ketika Rasulullah disediakan buraq dari
surga, rasulullah menangis memikirkan apakah nantinya ummat beliau juga
mempunyai tunggangan, saking cintanya beliau kepada ummatnya. Maka sudah
selayaknya juga kita ketika mengendarai kendaraan bershalawat kepada beliau”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar