KH. Said
Masrawan, M.A, lahir di Alabio, Amuntai, Selasa, 12 Desember
1972 M (bertepatan
dengan 6 Zulqa’dah 1392 H). Adalah lulusan S 2
Fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidah Filsafat pada Univ. Al-Qarawiyyin Maroko Tahun 2002. Beliau adalah cucu dari KH.
Muhammad Sarni, seorang ulama besar dari Alabio, pengarang beberapa buah kitab.
Jabatan yang
dipegang antara lain Kepala Seksi
Bimbingan Masyarakat Islam di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai
Utara, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Rakha Amuntai, Ketua Umum
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. HSU
Periode 2010-2015, 2015-2020. Dan
menjadi pendidik di madrasah Aliyah NIPI Rakha Amuntai.
Kegiatan antara lain
menjadi Khatib tetap pada beberapa
masjid, Guru pengajian tetap/rutin pada belasan Majelis Ta’lim dan Penceramah
pada PHBI diberbagai masjid, langgar, kantor, sekolah dan lain-lain.
Diantara kalam beliau:
“Istikharah itu bagian dari pandangan tauhid kita, dimana ada tauhid Rububiyah,
Tuhan itu pencipta seluruh alam, manusia seluruhnya, jin seluruhnya Allah yang
mencipta, semua daripada Allah, dan tidak sekedar dicipta tapi juga diatur oleh
Allah Subhanahu wa ta’ala. Karena kita yakin akan Rububiyahnya Tuhan, maka kita
mengakui : Radhitu billahi rabba, kita redha bertuhankan Allah. Dan
karena Dia yang mengatur segalanya, maka itu ngarannya tauhid Uluhiyah, tempat dimana kita meminta,
kita berdo’a, kita menyembah, kita sembahyang, diantara semuanya itu, salah
satunya adalah istikharah, yaitu kita meminta.”
“(dalam hal menentukan pilihan) pertama
dapat melalui sembahyang istikharah sebagaimana ketentuannya terus berdo’a,
yang kedua sembahyang napa haja kemudian setelah berwirid lalu
berdo’a meminta pilihan, dan yang ketiga yaitu sembahyang
istikharah kada, sembahyang dan amalan sunnat juga kada, tetapi hanya berdo’a
diluar sembahyang, seperti dikatanya : Ya Tuhan Engkau jua ya Allah yang lebih
tahu daripada aku”.
“Supaya tidak
dikatakan bid’ah akibat tindakan kita yang salah, maksud dari orang berkumpul
membaca sekumpulan aturan bacaan berthlil, lalu dihadiahkan kepada orang mati.
(maka) temanya tu adalah membaca bacaan al-Qur’an, tasbih, tahmid, takbir,
tahlil, shalawat dan lain-lain, itu lalu dihadiahkan kepada orang yang mati (si anu ngarannya).
Itulah agenda yang sesungguhnya daripada aruhan dan haulan. Membaca sekumpulan
bacaan, dan bacaan tersebut dihadiahkan atau dikirimkan kepada orang mati. Bagi
nang datang, yang kita undang, kita basadakah pula berupa makanan, kita makani. Maka judulnya adalah mayadakahi nang mati
dengan bacaan dan mahadiahi nang hidup dengan makanan karena kita mengundang
orang.
“Bekal
terbaik bagi kita dalam menjalani
kehidupan yang panjang ini adalah taqwa, (yaitu) kemauan orang untuk menjunjung
perintah Allah, seperti yang wajib digawi
(dikerjakan), dan kemauan orang untuk menghindari segala larangan Allah,
(dimana) yang haram ditinggalkan, (baik) yang nampak maupun tidak”
“Yang
menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih
baik amalnya. Bukan ayyukum aksaru ‘amala
(yang lebih banyak amalnya), tetapi ayyukum
ahsanu ‘amala (yang lebih baik amalnya). Artinya banyak sedikit, jadi orang
alim, jadi orang biasa, jadi apa saja nang
(yang) penting amal kita tu baik, bukan banyak. Banyak hitungannya mun parai jua, selesai, kada papaai. Handak minta tangguh misalnya.”
“Dunia
merupakan penjara bagi seorang muslim, karena pergerakan kita, tingkah laku
kita, ucapan kita diikat oleh suatu aturan agama”.
“Orang bang haja
tabiasa kada maharani lalalu (orang azan saja terbiasa tidak dihiraukan), tu
salah satu tanda orang kaena (nanti)
su’ul khatimah. Diantara tanda mati su’ul khatimah adalah sembahyang talalu tarus (ketinggalan terus)”
“Sesungguhnya
kita (manusia) tu diciptakan untuk selama-lamanya, jadi kada bujur kita ini
akan habis, manakala tiupan roh lahir kedunia selama-lamanya kita akan hidup.
Hanya saja, kita ini dipindah dari suatu negeri ke negeri lain, dari satu alam
kea lam lain. Alam pertama alam Rahim, alam kedua alam dunia kita hidup semua,
alam ketiga alam barzakh dan alam keempat alam akhirat”.
“Inti sari dari
hablumminallah adalah shalat 5 waktu. Apabila shalat kita baik, maka
amalan lain juga akan baik. Sebaliknya, jika shalat rusak, maka amalan lainpun
akan ikut rusak. Adapun intisari dari hablumminannaas adalah menjaga
hubungan silaturrahmi, baik kepada keluarga maupun orang lain seperti tetangga
dan masyarakat di lingkungan tempat tinggal kita”.
“Ibadah shalat
merupakan penyempurna kehidupan karena Islam telah mengatur kehidupan ummatnya
dengan baikmelalui 5 waktu shalat fardhu. Bangun tidur sebelum shalat subuh,
zuhur waktunya istirahat dari bekerja. Ashar waktunya stop bekerja dan luangkan
waktu bersama keluarga. Maghrib sampaiisya luangkan waktu untuk beribadah dan
setelah Isya saatnya istirahat”.
“Apabila kita mempunyai kesalahan dengan orang lain, dan kita tidak
mengetahui keberadaannya, maka do’akanlah dan mintakan ampun untuknya, maka hal
tersebut sebagai ganti kita minta maaf kepada orang lain”.
“Ada 4 macam tabi’at yang ada pada diri manusia, yang harus kita ketahui,
pertama, adalah tabi’at layaknya binatang ternak dimana hidupnya hanya
mengandalkan nafsu saja. Manusia dengan tabi’at seperti ini merupakan manusia
yang rugi. Kedua, manusia dengan tabi’at binatang buas. Tabi’at ini merupakan
sifat yang haus akan kekuasaan.tabi’at ketiga adalah syaithaniyah. Keempat
adalah manusia dengan tabi’at malakiyyah atau hidup layaknya malaikat seperti
yang dimiliki oleh Rasulullah. Sehingga jika seseorang ingin meneladani
Rasulullah Saw maka tabi’atnya harus lebih condong ke tabi’at malakiyyah”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar