Kamis, 27 Juli 2017

KH. SAID MASRAWAN, M.A




KH. Said Masrawan, M.A, lahir di Alabio, Amuntai, Selasa, 12 Desember 1972 M (bertepatan dengan 6 Zulqa’dah  1392 H). Adalah lulusan S 2  Fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidah Filsafat pada Univ. Al-Qarawiyyin  Maroko Tahun 2002. Beliau adalah cucu dari KH. Muhammad Sarni, seorang ulama besar dari Alabio, pengarang beberapa buah kitab.

Jabatan yang dipegang antara lain Kepala  Seksi Bimbingan Masyarakat Islam di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai Utara, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Rakha Amuntai, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab.  HSU Periode 2010-2015, 2015-2020. Dan  menjadi pendidik di madrasah Aliyah NIPI Rakha Amuntai.
Kegiatan  antara  lain menjadi  Khatib tetap pada beberapa masjid, Guru pengajian tetap/rutin pada belasan Majelis Ta’lim dan Penceramah pada PHBI diberbagai masjid, langgar, kantor, sekolah dan lain-lain.

Diantara kalam beliau:

“Istikharah itu bagian dari pandangan tauhid kita, dimana ada tauhid Rububiyah, Tuhan itu pencipta seluruh alam, manusia seluruhnya, jin seluruhnya Allah yang mencipta, semua daripada Allah, dan tidak sekedar dicipta tapi juga diatur oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Karena kita yakin akan Rububiyahnya Tuhan, maka kita mengakui : Radhitu billahi rabba, kita redha bertuhankan Allah. Dan karena Dia yang mengatur segalanya, maka itu ngarannya tauhid  Uluhiyah, tempat dimana kita meminta, kita berdo’a, kita menyembah, kita sembahyang, diantara semuanya itu, salah satunya adalah istikharah, yaitu kita meminta.”

“(dalam hal menentukan pilihan) pertama dapat melalui sembahyang istikharah sebagaimana ketentuannya terus berdo’a, yang kedua sembahyang napa haja kemudian setelah berwirid lalu berdo’a meminta pilihan, dan yang ketiga yaitu sembahyang istikharah kada, sembahyang dan amalan sunnat juga kada, tetapi hanya berdo’a diluar sembahyang, seperti dikatanya : Ya Tuhan Engkau jua ya Allah yang lebih tahu daripada aku”.

“Supaya tidak dikatakan bid’ah akibat tindakan kita yang salah, maksud dari orang berkumpul membaca sekumpulan aturan bacaan berthlil, lalu dihadiahkan kepada orang mati. (maka) temanya tu adalah membaca bacaan al-Qur’an, tasbih, tahmid, takbir, tahlil, shalawat dan lain-lain, itu lalu dihadiahkan  kepada orang yang mati (si anu ngarannya). Itulah agenda yang sesungguhnya daripada aruhan dan haulan. Membaca sekumpulan bacaan, dan bacaan tersebut dihadiahkan atau dikirimkan kepada orang mati. Bagi nang datang, yang kita undang, kita basadakah pula berupa makanan, kita makani.  Maka judulnya adalah mayadakahi nang mati dengan bacaan dan mahadiahi nang hidup dengan makanan karena kita mengundang orang.

“Bekal terbaik  bagi kita dalam menjalani kehidupan yang panjang ini adalah taqwa, (yaitu) kemauan orang untuk menjunjung perintah Allah, seperti yang wajib digawi (dikerjakan), dan kemauan orang untuk menghindari segala larangan Allah, (dimana) yang haram ditinggalkan, (baik) yang nampak maupun tidak”

“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Bukan ayyukum aksaru ‘amala (yang lebih banyak amalnya), tetapi ayyukum ahsanu ‘amala (yang lebih baik amalnya). Artinya banyak sedikit, jadi orang alim, jadi orang biasa, jadi apa saja nang (yang) penting amal kita tu baik, bukan banyak. Banyak hitungannya mun parai jua, selesai, kada papaai. Handak minta tangguh misalnya.”

“Dunia merupakan penjara bagi seorang muslim, karena pergerakan kita, tingkah laku kita, ucapan kita diikat oleh suatu aturan agama”.

“Orang bang haja tabiasa kada maharani lalalu (orang azan saja terbiasa tidak dihiraukan), tu salah satu tanda orang kaena (nanti) su’ul khatimah. Diantara tanda mati su’ul khatimah adalah sembahyang talalu tarus (ketinggalan terus)”

“Sesungguhnya kita (manusia) tu diciptakan untuk selama-lamanya, jadi kada bujur kita ini akan habis, manakala tiupan roh lahir kedunia selama-lamanya kita akan hidup. Hanya saja, kita ini dipindah dari suatu negeri ke negeri lain, dari satu alam kea lam lain. Alam pertama alam Rahim, alam kedua alam dunia kita hidup semua, alam ketiga alam barzakh dan alam keempat alam akhirat”.

“Inti sari dari hablumminallah adalah shalat 5 waktu. Apabila shalat kita baik, maka amalan lain juga akan baik. Sebaliknya, jika shalat rusak, maka amalan lainpun akan ikut rusak. Adapun intisari dari hablumminannaas adalah menjaga hubungan silaturrahmi, baik kepada keluarga maupun orang lain seperti tetangga dan masyarakat di lingkungan tempat tinggal kita”.

“Ibadah shalat merupakan penyempurna kehidupan karena Islam telah mengatur kehidupan ummatnya dengan baikmelalui 5 waktu shalat fardhu. Bangun tidur sebelum shalat subuh, zuhur waktunya istirahat dari bekerja. Ashar waktunya stop bekerja dan luangkan waktu bersama keluarga. Maghrib sampaiisya luangkan waktu untuk beribadah dan setelah Isya saatnya istirahat”.

“Apabila kita mempunyai kesalahan dengan orang lain, dan kita tidak mengetahui keberadaannya, maka do’akanlah dan mintakan ampun untuknya, maka hal tersebut sebagai ganti kita minta maaf kepada orang lain”.

“Ada 4 macam tabi’at yang ada pada diri manusia, yang harus kita ketahui, pertama, adalah tabi’at layaknya binatang ternak dimana hidupnya hanya mengandalkan nafsu saja. Manusia dengan tabi’at seperti ini merupakan manusia yang rugi. Kedua, manusia dengan tabi’at binatang buas. Tabi’at ini merupakan sifat yang haus akan kekuasaan.tabi’at ketiga adalah syaithaniyah. Keempat adalah manusia dengan tabi’at malakiyyah atau hidup layaknya malaikat seperti yang dimiliki oleh Rasulullah. Sehingga jika seseorang ingin meneladani Rasulullah Saw maka tabi’atnya harus lebih condong ke tabi’at malakiyyah”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar