Jumat, 21 Juli 2017

Ustadz AHYANI H. RAMLI



Ahyani bin H. Ramli lahir di Amuntai, Rabu, 4 Agustus 1976 M (bertepatan dengan 7 Sya'ban 1396 H). Setelah lulus dari Pondok Pesantren "Raudlatul Muta'allimin" Teluk Haur, kemudian melanjutkan ke Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) "Rasyidiyah Khalidiyah" Amuntai Jurusan Pendidikan Bahasa Arab.
Aktif mengisi ceramah diberbagai majelis taklim di antaranya di MT Syi’arul Muslimin Paliwara, MT Nurul Huda Paliwara, MT Dala’il Al Khairat Palampitan, MT Rahmatul Huda Sei. Malang, MT At-Taqwa Bihman Villa, MT Ibnu Ramli Pihaung, dan MT Ummi Mulyani Kebun Sari.

Diantara kalam beliau:

“Ketika kita diberi nikmat agama, inilah nikmat yang akan menjadi asbab kita mendapatkan nikmat-nikmat akhirat, dan inilah suatu nikmat yang merupakan tanda bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala mencintai kita. Kalau kita diberi nikmat dunia belum tentu kita itu tanda dicintai Allah Subhanahu wa ta’ala”.

“Menghormati ulama merupakan amalan yang luar biasa”

“Mencintai ulama sebagian dari tanda keimanan seseorang. Kalau ada yang membenci ulama berarti keimanannya diragukan. Karena ada diriwayatkan bahwasanya barangsiapa yang tidak bersedih dengan meninggalnya seorang ulama, berarti dia munafik”.


“Apabila kita (dalam kehidupan) turut merasakan, atau memberikan bantuan, atau turut mendo’akan orang yang kesusahan, maka diakherat kita akan mendapatr syafa’at”

“Apabila kita bamamai (marah-marah dan sebagainya), jangan kada ingat mairinginya (mengikutinya) dengan do’a : “Mudah-mudahan inya (dia) mendapat hidayah

“Belajar dari kisah sukses kehidupan Siti maryam, mengapa dia berhasil mendapatkan kemulian di dunia dan di akherat adalah disebabkan oleh 3 hal, yaitu adanya niatan yang baik dari orang tua, kemudian hidup di dalam lingkungan yang baik, dan yang terakhir adalah do’a”

“Sesuatu yang terungkap melalui perbuatan lebih hebat daripada kebaikan yang diungkapkan melalui perkataan. Karena itulah, ketika (Nabi) Isa ‘alaihi salam baru dilahirkan, beliau sudah bisa berbicara dengan mengatakan : “Aku adalah ‘Abdullah (hamba Allah)”, tetapi Nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam, ketika lahir beliau dalam keadaan bersujud, artinya beliau langsung membuktikan, mempraktekkan kehambaannya, tanpa berkata terlebih dahulu”.

“Turunnya hidayah Allah (kepada seseorang, pen) bukan karena haratnya ceramah seseorang, tetapi (tergantung) pada baiknya niat seseorang dalam menuntut (belajar, mendengarkan, dsb, pen) dan keikhlasan (guru) dalam menyampaikannya”.

“Kehidupan para auliya Allah sungguh luar biasa. Diceritakan, Imam Abu Hanifah selama 40 tahun terbiasa shalat subuh dengan wudhu isya’. Imam Syafi’i disela-sela kesibukannya dapat mengkhatamkan membaca al-Qur’an satu kali dalam sehari, tetapi di bulan Ramadhan beliau khatam 2 kali dalam sehari. Lalu kita ? Kadada apa-apanya dibandingkan mereka. Tetapi paling tidak , ada waktu-waktu tertentu yang hendaknya kita isi dengan ibadah, terutama pada saat qabla fajr (waktu sebelum subuh), kemudian bainal fajr wal syuruq (waktu antara subuh dan isyra’), waktu menjelang terbenam matahari, dan kemudian saat bainal maghrib wal isya (waktu antara maghrib dan isya). Hendaknya pada waktu-waktu itu dapat kita optimalkan dengan ibadah, yaitu agar kita tidak termasuk orang yang lalai”

“Nikmat dunia – seberapapun besarnya—  tidak dapat dibandingkan dengan nikmat agama. (Karena) Nikmat dunia bersifat sementara, tidak dibawa mati. Bahkan sewaktu di duniapun (terkadang) nikmat tersebut tidak dapat dinikmati. Misalnya, pedagang gula, tidak dapat menikmatinya karena menderita kencing manis. Atau pedagang uyah (garam) tidak dapat merasakannya, manginging talinga, sakalinya aritan darah tinggi. Sedangkan nikmat agama adalah abadi karena memberi manfaat didalam kehidupan akherat kelak”.

“Banyak sedikitnya nikmat dunia yang diberikan Allah kepada seseorang, bukan ukuran bahwa Allah mencintai atau tidak mencintai orang tersebut, tetapi diberikannya nikmat agama kepada seseorang merupakan tanda bahwa Allah sayang dan cinta kepada orang tersebut”.

“Hasil dari orang yang berpuasa, hendaknya mengikuti hasil yang didapat dari puasanya seekor ulat. Sebelum menjadi kupu-kupu yang indah, dia hanyalah makhluk yang lemah, tubuhnya kadang berlendir, jalannya lamban, warnanya biasa saja dan lain-lain sebagainya. Tetapi setelah berpuasa, dengan cara menggulung diri didedaunan sebagai kepompong, pada akhirnya dia keluar menjadi makhluk yang dapat membuat orang takjub. Semula tubuhnya tidak menarik tetapi kemudian menjadi kupu-kupu yang berwarna-warni, ulat yang semula berjalan lamban sekarang dapat terbang, bahkan makanannya pun hanya sari bunga, yang lebih hebat lagi dia menjadi makhluk yang berguna bagi makhluk lainnya, yaitu dengan membantu penyerbukan”.

Huhuwas nang paling ganal yaitu asa marasa umur masih panjang. Penghalang kita dalam beribadah adalah karena merasa hidup masih lama, sehingga bisa kaena-kaena haja (nanti saja) dulu”

“Tafakkur terhadap dosa dapat menggiring kita kepada istighfar dan taubat, dan bertaubatnya  seseorang dari dosa menjadi pembuka pintu pengampunan dari Allah Swt”.

“Jangan sampai sebelum tidur kita tidak melakukan suatu kebaikan atau amalan, sebab suatu amal itu tergantung pada ujungnya atau diakhirnya (sebagaimana sabda Nabi Saw)”

“Beda antara Ramadhan dan hidup (umur) kita yaitu akhir Ramadhan dapat kita prediksi, tetapi umur kita tidak dapat ditentukan. Kemudian, pada akhir Ramadhan kita pasti akan berhadapan dengan hari Raya (kemenangan), tetapi akhir kehidupan kita, bila mati, kita tidak dapat memastikan apakah didalam kubur kita mendapatkan kemenangan/ kelapangan”

“Apabila di bulan Ramadhan ini seseorang tidak terbiasa berjama’ah, apalagi atau dapat dipastikan pada bulan-bulan lainnyapun juga demikian. Jadi Ramadhan adalah bulan introspeksi dan merupakan puncak dari ketaqwaan seseorang”.

“Kemaksiatan tu mun dinampak-nampakan bisa menjadi asbab (sebab) turunnya bala. Jadi mun ada orang yang berani mencegah, padahal kita sendiri tidak berani, maka janganlah kita “mahapak-hapak” orang yang (ingin) menegur tersebut”.

1 komentar: