KH. Syakerani
Naseri lahir di Amuntai tahun 1951 M (1370 H).
Menempuh pendidikan Menengah di Normal Islam Rakha Amuntai (1965-1968).
Mendapat gelar sarjana dalam ilmu perbandingan agama pada Fakultas Ushuluddin
(1986). Setelah menetap di Kotabaru, beliau pindah ke Banjarmasin dan mengabdi
di KUA Banjarmasin Selatan sampai pensiun tahun 2006. Beliau aktif berdakwah mengisi
majelis taklim dan khatib mulai tahun 1977.
Dalam keorganisasian beliau aktif sebagai Ketua Dewan Syuro DPW Partai
Kebangkitan Bangsa Kalsel, juga sebagai Wakil Talqin Thariqat Qadiriyah
Naqsyabandiyah (TQN) untuk wilayah Kalimantan Selatan.
Diantara
kalam beliau:
“Isu dan fitnah suatu perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama,
sebab kedua hal tersebut menimbulkan kesalahfahaman yang memunculkan tindakan
keliru sehingga terjadi perselisihan, permusuhan, kerusuhan dan kekerasan.
Tindakan orang yang suka menyebar firnah, gampang termakan itu
karena: Pertama, akibat mudah terbawa arus. Seseorang mudah terbawa
aurs oleh gelombang isu dan fitnah, karena tidak punya pendirian. Islam
memerintahkan agar dalam menerima informasi dengan sikap yang selektif, agar
tidak mudah terjebak oleh isu dan fitnah (lihat Qs.al-Hujurat (49) : 6), Kedua,
tidak mampu mengendalikan emosi. Isu dan fitnah seringkali dapat menyentuh
perasaan emosional yang paling dalam. Ketiga, tidak menyadari betapa besar akibat yang
ditimbulkan dan betapa besar dosanya disisi Allah Swt (lihat Al-Baqarah (2) :
217). Keempat, karena punya kepentingan terselubung atau maksud
jahat yang sangat membahayakan. Dalam menanggulangi fitnah, Allah Swt
berfirman: “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada lagi fitnah dan
sehingga agama itu hanya untuk Allah belaka. Jikamereka berhenti (dari memusuhi
kamu), maka tidak ada permusuhan lagi, kecuali terhadap orang-orang yang zalim”
(Q.Al-Baqarah 92) : 193). Kelima, tidak berani melakukannya lewat
komunikasi terbuka. Dalam menyebarkan isu, sebenarnya ialah karena ia takut
kelihatan batang hidungnya, seakan-akan lempar batu sembunyi tangan. Islam
tidak menghendaki sikap pengecut seperti itu, Islam menghendaki ketegasan,
kejelasan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebagaimana firman Allah Swt :
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya: (Qs. Al-Isra (17) :
36).
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar