Kamis, 20 Juli 2017

KH. SYAKERANI NASRI




KH. Syakerani Naseri lahir di Amuntai tahun 1951 M (1370 H). Menempuh pendidikan Menengah di Normal Islam Rakha Amuntai (1965-1968). Mendapat gelar sarjana dalam ilmu perbandingan agama pada Fakultas Ushuluddin (1986). Setelah menetap di Kotabaru, beliau pindah ke Banjarmasin dan mengabdi di KUA Banjarmasin Selatan sampai pensiun tahun 2006. Beliau aktif berdakwah mengisi majelis taklim dan khatib mulai tahun 1977.

Dalam keorganisasian beliau aktif sebagai Ketua Dewan Syuro DPW Partai Kebangkitan Bangsa Kalsel, juga sebagai Wakil Talqin Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) untuk wilayah Kalimantan Selatan.

Diantara kalam beliau:

“Isu dan fitnah suatu perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama, sebab kedua hal tersebut menimbulkan kesalahfahaman yang memunculkan tindakan keliru sehingga terjadi perselisihan, permusuhan, kerusuhan dan kekerasan.

Tindakan orang yang suka menyebar firnah, gampang termakan itu karena: Pertama, akibat mudah terbawa arus. Seseorang mudah terbawa aurs oleh gelombang isu dan fitnah, karena tidak punya pendirian. Islam memerintahkan agar dalam menerima informasi dengan sikap yang selektif, agar tidak mudah terjebak oleh isu dan fitnah (lihat Qs.al-Hujurat (49) : 6), Kedua, tidak mampu mengendalikan emosi. Isu dan fitnah seringkali dapat menyentuh perasaan emosional yang paling dalam. Ketiga, tidak  menyadari betapa besar akibat yang ditimbulkan dan betapa besar dosanya disisi Allah Swt (lihat Al-Baqarah (2) : 217). Keempat, karena punya kepentingan terselubung atau maksud jahat yang sangat membahayakan. Dalam menanggulangi fitnah, Allah Swt berfirman: “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada lagi fitnah dan sehingga agama itu hanya untuk Allah belaka. Jikamereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan lagi, kecuali terhadap orang-orang yang zalim” (Q.Al-Baqarah 92) : 193). Kelima, tidak berani melakukannya lewat komunikasi terbuka. Dalam menyebarkan isu, sebenarnya ialah karena ia takut kelihatan batang hidungnya, seakan-akan lempar batu sembunyi tangan. Islam tidak menghendaki sikap pengecut seperti itu, Islam menghendaki ketegasan, kejelasan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebagaimana firman Allah Swt : “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai  pertanggungjawabannya: (Qs. Al-Isra (17) : 36).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar