Sabtu, 29 Juli 2017

SAYYID (TUAN) SULAIMAN



Sayyid (Tuan Guru) Sulaiman, diperkirakan lahir pada tahun 1800-an di martapura. Menurut riwayat ada suami istri dari Desa Padang Basar Amuntai pergi ke Martapura untuk bersilaturrahmi ketempat keluarga di sana dengan menyusuri sungai dengan menggunakan perahu besar. Ketika mau pulang, mereka berdua terkejut karena di dalam perahu mereka ada seorang anak (bayi) kecil. Sadar bukan anak mereka, mereka kemudian melaporkannya kepada warga setempat, tapi tidak ada seorangpun yang mengenal dan mengakui bayi tersebut sebagai anaknya. Setelah bermussyawarah dengan warga setempat, akhirnya disepakati bahwa bayi tersebut di bawa ke kampung Padang Basar, Amuntai untuk diperlihara dan diangkat sebagai anak layaknya anak kandung. Dan oleh orang tua angkatnya, bayi tersebut diberi nama “Sulaiman”.

Seiring berjalannya waktu, Sulaiman tumbuh menjadi seorang yang berpengetahuan agama yang luas. Di samping itu, beliau juga dikenal sebagai pejuang yang gigih dalam menentang dan mengusir penjajah Belanda.
Ada diriwayatkan, bahwa setelah dewasa beliau sangat suka bersilaturrahmi dan bermudzakarah (membahas)persoalan keagamaan, tasawuf.  Dan konon, pada waktu bermudzakarah tersebut, beliau menyajikan hidangan sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu yang datang. Adapun yang dihidangkan oleh beliau adalah gangan (sayur) asam ketapi yang diberi santan. Kebetulan pada hidaangan untuk beliau, saat beliau hendak mengambil kuah sayur asam ketapi (kecapi) maka terikutlah sebuah biji ketapi. Kemudian setelah makan, beliau berkata kepadateman-temannya yang ikut bermudzakarah.
“Biji ketapi ini akankutanam. Dannanti bila tumbuh dan besarnya seperti batang pohon kapuk, berarti azalku akan sampai dantanam(kuburkan) aku disitu juga”
Hingga suatu ketika beliau wafat pada malam enin 13 rajab, oleh keluarga teringat akan wasiat beliau. Maka, pohon ketapi tersebut ditebang untuk dibuat peti mati (tabala), lalu digalilah lobang pemakaman di dekat pohon tersebut.
Berita kematian beliau cepat tersebat saampai ke pusat Banua (Amuntai Sekarang). Oleh pejabat setempat, pada waktu itu, memohon kepada keluarga, agar beliau dimakamkan di Amuntai. Karena beliau termasuk tokoh penting dan sangat disegani. Orang menganggap beliau tidak seperti orang awam melainkan seseorang yang berpengetahuan agama yang luas, seorang waliyullah yang memiliki banyak karomah.
Setelah beberapa kali musyawarah, anatara keluarga yang memepertahankan wasiat ataukah mengikuti perintah umaro (pemimpin). Akhirnya disepakati, bahwa jenazah akan dibawa dan dimakamkan di Banua, tepatnya di Desa Pakacangan.
Setelah beberapa waktu, pada makam beliau diDesa Pakacangan, warga dikejutkan oleh adanya suara orang bertahlil serta adanya cahaya terang yang berasal dari makam Sulaiman. Warga menjadi penasaran, kemudian mengikuti kemana arah cahaya dan suara itu pergi. Ternyata cahaya dan suara yang terdengar pada makam beliau di Desa Pakacangan itu pergi menuju kampung Padang Basar dan masuk ketempat lobang kubur yang pernah beliau wasiatkan.
Dan konon, kubur itu karena sempat terjadi beberapa kali perundingan dengan umaro, maka lobang tersebut tidak sempat ditutupi oleh pihak keluarga. Setelah kejadian malam tersebut, lobang itu tertutup layaknya sebuah kuburan baru.
Pro kontra pun terjadi, dimana sebenarnya kubur beliau di Pakacangan ataukah di Padang Baar. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa kalau maumenziarahi, lebih afdhal menziarahi kedua-duanya, yakni kubur beliau yang zahir di Pakacangan dan kubur beliau yang batin (nur) di Padang Baar.
Tidak ada diriwayatkan apakah Sulaiman seorang “Sayyid” Zurriyatur Rasul, namun yang jelas beliau adalah seorang yang berpengetahuan agama yang luas, hingga kiranya layak orang menyebutnya “Tuan (Sayyid) Guru Sulaiman”. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar