Sayyid (Tuan Guru) Sulaiman, diperkirakan lahir pada
tahun 1800-an di martapura. Menurut riwayat ada suami istri dari Desa Padang
Basar Amuntai pergi ke Martapura untuk bersilaturrahmi ketempat keluarga di
sana dengan menyusuri sungai dengan menggunakan perahu besar. Ketika mau
pulang, mereka berdua terkejut karena di dalam perahu mereka ada seorang anak
(bayi) kecil. Sadar bukan anak mereka, mereka kemudian melaporkannya kepada
warga setempat, tapi tidak ada seorangpun yang mengenal dan mengakui bayi
tersebut sebagai anaknya. Setelah bermussyawarah dengan warga setempat,
akhirnya disepakati bahwa bayi tersebut di bawa ke kampung Padang Basar,
Amuntai untuk diperlihara dan diangkat sebagai anak layaknya anak kandung. Dan
oleh orang tua angkatnya, bayi tersebut diberi nama “Sulaiman”.
Seiring berjalannya waktu, Sulaiman tumbuh menjadi
seorang yang berpengetahuan agama yang luas. Di samping itu, beliau juga
dikenal sebagai pejuang yang gigih dalam menentang dan mengusir penjajah
Belanda.
Ada diriwayatkan, bahwa setelah dewasa beliau sangat
suka bersilaturrahmi dan bermudzakarah (membahas)persoalan keagamaan,
tasawuf. Dan konon, pada waktu
bermudzakarah tersebut, beliau menyajikan hidangan sebagai bentuk penghormatan
terhadap tamu yang datang. Adapun yang dihidangkan oleh beliau adalah gangan
(sayur) asam ketapi yang diberi santan. Kebetulan pada hidaangan untuk beliau,
saat beliau hendak mengambil kuah sayur asam ketapi (kecapi) maka terikutlah
sebuah biji ketapi. Kemudian setelah makan, beliau berkata kepadateman-temannya
yang ikut bermudzakarah.
“Biji ketapi ini akankutanam. Dannanti bila tumbuh dan
besarnya seperti batang pohon kapuk, berarti azalku akan sampai
dantanam(kuburkan) aku disitu juga”
Hingga suatu ketika beliau wafat pada malam enin 13
rajab, oleh keluarga teringat akan wasiat beliau. Maka, pohon ketapi tersebut
ditebang untuk dibuat peti mati (tabala), lalu digalilah lobang pemakaman di
dekat pohon tersebut.
Berita kematian beliau cepat tersebat saampai ke pusat
Banua (Amuntai Sekarang). Oleh pejabat setempat, pada waktu itu, memohon kepada
keluarga, agar beliau dimakamkan di Amuntai. Karena beliau termasuk tokoh
penting dan sangat disegani. Orang menganggap beliau tidak seperti orang awam
melainkan seseorang yang berpengetahuan agama yang luas, seorang waliyullah
yang memiliki banyak karomah.
Setelah beberapa kali musyawarah, anatara keluarga yang
memepertahankan wasiat ataukah mengikuti perintah umaro (pemimpin). Akhirnya
disepakati, bahwa jenazah akan dibawa dan dimakamkan di Banua, tepatnya di Desa
Pakacangan.
Setelah beberapa waktu, pada makam beliau diDesa
Pakacangan, warga dikejutkan oleh adanya suara orang bertahlil serta adanya
cahaya terang yang berasal dari makam Sulaiman. Warga menjadi penasaran, kemudian
mengikuti kemana arah cahaya dan suara itu pergi. Ternyata cahaya dan suara
yang terdengar pada makam beliau di Desa Pakacangan itu pergi menuju kampung
Padang Basar dan masuk ketempat lobang kubur yang pernah beliau wasiatkan.
Dan konon, kubur itu karena sempat terjadi beberapa kali
perundingan dengan umaro, maka lobang tersebut tidak sempat ditutupi oleh pihak
keluarga. Setelah kejadian malam tersebut, lobang itu tertutup layaknya sebuah
kuburan baru.
Pro kontra pun terjadi, dimana sebenarnya kubur beliau
di Pakacangan ataukah di Padang Baar. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa
kalau maumenziarahi, lebih afdhal menziarahi kedua-duanya, yakni kubur beliau
yang zahir di Pakacangan dan kubur beliau yang batin (nur) di Padang Baar.
Tidak ada diriwayatkan apakah Sulaiman seorang “Sayyid”
Zurriyatur Rasul, namun yang jelas beliau adalah seorang yang berpengetahuan
agama yang luas, hingga kiranya layak orang menyebutnya “Tuan (Sayyid) Guru
Sulaiman”. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar