KH.
Saberan Affandi bin H. Afandi Abdurrahim, lahir di Amuntai, Kamis, 15 Oktober 1942 M (bertepatan dengan
4 Syawal 1361 H). Pendidikan dasar dimulai di Sekolah Rakyat
(SR) Telaga Silaba (lulus 1955), setelah itu melanjutkan ke Pondok Pesantren
Rasyidiyah Khalidiyah (lulus tahun 1961). Sebelum kuliah di Fakultas Ushuluddin
Rakha Amuntai, beliau menyambung ke sekolah Pendidikan Guru Agama tingkat
pertama (PGAP) dan PGA tingkat atas (lulus tahun 1962).
Sejak tahun 1965 beliau mukim di Madinah al-Munawarah, yang kemudian kembali kuliah ke Universitas Islam
Madinah (1971). Tidak berhenti menimba ilmu, beliau kemudian mengambil program
magister di Universitas King Abdul Aziz Mekkah (1976). Sedangkan gelar Doktor
dibidang hadits dari Universitas Ummul Qura Mekkah (1982) beliau dapatkan
setelah dengan gemilang mempertahankan desertasi berjudul : Marwiyyat ash-shahabi al-Jalil Abi Sa’id al-Khudri
fi Musnad al-Imam Ahmad.
Sebelum
pergi ke Madinah, beliau sudah menjadi guru agama negeri di Pondok Pesantren
Rasyidiyah Khalidiyah (1962 – 1965). Adapun karir dan jabatan lainnya dalam
bidang pendidikan adalah pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah
Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha) Amuntai (1983- 1989), Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Tarbiyah (STIT) Rakha Amuntai (1989- 2001), Dosen Lembaga Ilmu Pengetahuan
Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta tahun 1989 – 1990. Beliau juga menjadi Dosen
Terbang Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya (1997- 1998) dan Dosen
Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin. Ketua Sekolah
Tinggi Ilmu al-Qur’an (STIQ) Rakha Amuntai (sejak tahun 2000- sampai
sekarang).
Dalam keorganisasian beliau pernah menjabat
sebagai Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Hulu Sungai Utara, Ketua
Dewan Pertimbangan dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Hulu
Sungai Utara. Ketua Yayasan serta pendidik pada ”Ummul Qura Az-Zahra”
Amuntai (2012- sekarang) dan Dewan Pembina Yayasan Ummul Qura
Banjarmasin (2015 – sekarang), Pendidik pada Ma’had Aly az-Zain Bogor,
Dewan Penasehat Pondok Pesantren (Ma’had)
Yasin di Banjarbaru dan Muara Teweh, dan lain-lain.
Dengan
kepakaran beliau dalam bidang hadits dipercaya menjadi Tim Penyusun Kompilasi
Hukum Islam (KHI). Menjadi pembicara dalam berbagai forum ilmiah, serta mengisi
pengajian rutin di beberapa majelis taklim, diantaranya di Majelis Taklim “al-Ma’arif”
Amuntai, Majelis Taklim Langgar "Syi'arul Muslimin" Paliwara,
Majelis di Pesantren "Ummul Qura" Amuntai, dll, Disamping itu, beliau
juga aktif di kegiatan jama'ah tabligh hingga dapat melakukan dakwah ke
beberapa negara seperti Malaysia, Brunai Darussalam, Thailand, Singapura
(wilayah Asean), juga ke Jepang, India, Pakistan dan Banglades.
Diantara
kalam beliau:
“Kalau seseorang
dulu bermaksiat, mungkin karena gairah anak muda, atau mungkin durhaka dengan
orang tua, kemudian dia bertaubat kepada Allah, maka dia yang bertaubat itu
menjadi kekasih Allah. Ini anehnya, meskipun dia bekas maling kalau dia
bertaubat, maka dia menjadi kekasih Allah”.
“Apabila kita
menggunakan mata, telingan dan akal untuk kebaikan, maka menjadi wali Allah”.
“Mensyukuri nikmat
Allah itu adalah tidak menggunakannya
untuk melakukan kemaksiatan”
“Taubatnya orang
yang mulia itu karena merasa sedikitnya mencintai Allah, sedikitnya mencintai
Allah ini yang mereka taubati”.
“Kenapa sembahyang tahajud kita kada
terasa lezat karena hati kita berdosa, mata berdosa, telinga berdosa maka
siksanya kontan (yaitu) sembahyang tahajud kada terasa lezat, karena matanya
berdosa, telinganya berdosa, mulutnya berdosa, hatinya berdosa”.
“Syukur itu, adalah kita mengucap dengan
lidah : Alhamdulillah, artinya kita tidak akan ujub. Misalnya : Ya Allah, aku
sehat, ujarnya, kawa sembahyang ini, (maka) Allah yang menolong aku kada
aku, (tapi) aku ini ditolong oleh Allah, aku diganii oleh Allah yang
menolongku kawa sembahyang, kawa sembahyang kada batal, kadang garing,
kada lupa dan sebagainya. Jadi nang mangawaakan kita tu hanya Allah.
Kemudian, di dalam hati kita tu ada perasaan yakin bahwa semuanya itu hanya
daripada Allah. Dan kemudian dengan amal, dengan anggota tubuh. Jadi mulai
tangan, kaki, mulut, telinga kita semuanya aktif digunakan untuk sesuatu yang
diredhainya. Jadi syukur itu menggunakan jiwa raga untuk sesuatu yang
diredhai-Nya”.
“Dengan cinta saja tidak cukup. “Ya
nabi salam ‘alaika”, baikai (bagus), bapahala. Tapi amun cinta hanya
dengan mulut saja, hanya dengan qasidah saja, belum. “Kun syafi’ an ya
habibi” , Ya nabi Syafa’ati aku, tapi kalau amalnya kada berubah, apa
gunanya ? nah ini artinya dakwahnya kada sukses”.
“(Membaca) Allahumma shalli ‘ala
Muhammad”. Satu detik saja (lamanya), tapi ikhlas, (maka) pahalanya adalah
10 rahmat ganal daripada dunia ini. Dan Rahmat Allah kadada nang kecilnya”
“Khusyuk’ tu kada ngalih (sulit). Ada
zahir ada bathinnya. Nang zahir yaitu berjama’ah, di awal waktu, dan dimana ada
orang azan. Separohlah sudah. Sedangkan khusyuk bathin adalah konsentrasi hati
yaitu hanya mencinta Allah, dan mencintai Allah adalah (dengan) ta’at”.
“Ma’af, (ini) al-Qur’an dihafal,
dimusabaqahkan, tapi tidak diamalkan. Begitu musabaqah yang dimusabaqahkan
hanya bunyinya saja, amalnya kada. Hendaknya yang kita musabaqahkan bunyinya,
maknanya, pengamalannya dan keempat dakwahnya. Sebab, zaman Nabi al-Qur’an jadi
satu, (ketika diwahyukan) langsung bunyinya dihafal, (kemudian) langsung
diamalkan”.
“Mun handak kada lapah belajar (maka)
orang alim kita kawani. Kawani ulama dan turuti”.
“Di akhirat tu 2 ja, mun kada ka sorga ka naraka, kadada nang
katiga. Amalkan agama, ka sorga. Kada amalkan agama, ka naraka”.
“Didunia (mun) taati Allah, (menjadi) waliyullah, kada taat pada
Allah (tetapi) taati nafsu, (menjadi) wali syetan”
“Cintai Allah. Cintai Mesjid. Cintai Islam”
“Tandanya kita hamba yaitu berdo’a. Kalau kita tidak mau berdo’a berarti
kita termasuk orang yang sombong. Sugihkah kita ini ?. Ampun kitakah
? Kalau kita meminta (sesuatu) pada seseorang di toko, sekali mungkin diberi,
tapi kali kedua atau ketiga, mungkin tidak lagi, bahkan mungkin diusir. Namun,
bila kita meminta pada Allah, Masya Allah, kita pasti diberi-Nya”.
“Orang yang mau datang kepada Allah, mau bersujud kepada-Nya, maka dialah
kekasih-kekasih Allah”.
“Bila shalat seseorang khusyuk, maka akhlaknya pasti bagus”.
“Hendaknya kita berhati-hati terhadap hasutan (kata-kata) syetan, seperti
mengatakan : ‘orang yang shalat, orang yang puasa, orang alim ja belum tentu
masuk sorga’, atau kata-kata, ‘mencari nang halal ja ngalih apalagi yang
haram’ atau dengan olokan,’jangan ma alang-alang maksiat, nyaman ditimbai
malaikat sing gancangan sampai talimpua pada neraka’.
“Allah tidak akan menyiksa orang yang mencintai-Nya, sebagaimana orang tua
tidak sarik (marah) atau memukul kepada anaknya yang penurut, atau
seseorang yang mencintai tidak akan menyakiti kekasihnya”
“Apabila kita mementingkan dan mencintai dunia, maka itu hanya untuk kesenangan sekitar 50, 60 atau seribu
tahun saja, atau sepanjang umur manusia saja, tetapi dibandingkan dengan negeri
akhirat yang kekal, maka tidak ada artinya dan nilainya sedikitpun”.
“Apabila kita mau keluar ketempat lain untuk tujuan dakwah, maka akan kita
lihat dan rasakan bahwasanya ilmu yang kita miliki tampak sedikit sekali,
ibaratnya hanya seujung telunjuk jari”.
“Diakhirat
nanti, apabila timbangan perbuatan jahat kita lebih banyak atau lebih berat
dibandingkan dengan amal kebaikan kita, walaupun hanya se senti atau se mili,
maka kita akan sengsara”.
“Para sahabat Rasulullah saw saangat rindu untuk melakukan shalat
berjamaah, sesudah shalat hati mereka tidak akan tenang sebelum menegakkan
kewajiban shalat berikutnya, ibaratnya seperti orang yang kecanduan merokok,
sudah habis sebatang masih menginginkan menghisap batang rokok berikutnya.”
“Perintah
Baginda Rasulullah Saw adalah mutlak untuk dipatuhi (taati) ketimbang hanya
sekedar memuji-muji Nabi dengan membaca syair-syair (atau shalawat-shalawat).
Seumpama seorang ayah yang mempunyai 2 (dua) orang anak yang baik. Anak pertama,
apabila dipanggil dan disuruh ayahnya langsung mendatangi dan mengerjakan apa
yang diperintahkan. Sedangkan anak yang kedua, ketika dipanggil dan disuruh
hanya memuji-muji ayahnya. Meski kedua anaknya
baik, tetapi tentu ayahnya akan cinta atau lebih suka
kepada anaknya yang pertama, yaitu yang taat kepada perintahnya. Begitu pula
dengan Allah Swt dan baginda Rasulullah Saw akan mencintai orang-orang yang
mengamalkan perintah-perintahnya (sunnahnya).”
“Terhadap anak,
jangan “disumpahi”, siapa tahu dia nanti menjadi orang yang lebih baik daripada
kita. Oleh karena itu, bagi orang tua, harus ada niat untuk mengarahkan anak
kemana, kemudian disertai do’a, serta yang ketiga yaitu Mujahadah
(sungguh-sungguh)”.
“Sejauh mana
kita mencontoh Rasulullah, maka sejauh itu pula setiap detiknya akan
mendapatkan pahala”.
"Sepakat
semua ulama fiqih, ulama tasawuf dan lain-lain, bahwa manusia bisa selamat,
bahagia, sukses adalah hanya dengan mengamalkan ajaran agama secara
kaffah".
Mohon konfirmasi terkait riwayat pendidokan Mu'allim H. Saberan. Dalam skripsi yg ditulis oleh Sdr. Ahmad Ridha di Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Antasari berjudul "Pengajian Agama Majelis Taklim Al Ma'arif di kota Amuntai" tshun 2017, disebutkan riwayat pendidikan beliau sebagai berikut :
BalasHapus1.Ponpes Rakha Amunti.
2.Islamic University Madinah (S1).
3.King Abdul Aziz University Mekkah (S2).
4.Ummul Qura University Mekkah (S3 tahun 1982).
Sekali lagi mohon konfirmasinya, yang mana yang benar. Terima kasih.
Insya Allah ini yang lebih tepat. Sebagai tambahan, Al Faqir pernah mendengar langsung dari beliau bahwa sebelum ke Madinah, beliau sempat menuntut ilmu di Darussalam Martapura. Wallahu A'lam
Hapussebagai tambahan informasi dan rujukan dapat saudara lihat:
BalasHapussdnbatangbanyu.blogspot.com/2016/10/prestasi-orang-rakha.html?