Rabu, 26 Juli 2017

KH. MUHAMMAD ILYAS, BA


KH. Muhammad Ilyas bin H. Muhyiddin  lahir di Amuntai, Rabu, 11 Februari 1953 M (bertepatan dengan 26 Jumadil Awal 1372 H). Beliau adalah Alumni Normal Islam Rakha (1969), kemudian ke dan tamat tahun 1972.Terakhir menyelesaikan program pendidikan Sarjana Muda pada fakultas ushuluddin tahun 1976.

Beliau pernah jadi dosen di IAIN Antasari. Berkarir di DPRD Kab.HSU selama 18 tahun mulai jadi anggota (1982-1987, 1987-1992), menjabat sebagai wakil ketua (1997-1999), hingga menjadi Ketua DPRD Kab. HSU periode 1999-2004.

Beliau pernah memangku jabatan sebagai Ketua Umum Dewan Pengawas Pondok Pesantren “Rasyidiyah Khalidiyah” Amuntai, kemudian menjadi Ketua Umum Ikatan Alumni (IKA) Rakha Amuntai. Aktifitas lainnya adalah sebagai Anggota Mustasyar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Hulu Sungai Utara, Penasehat “Majelis Rasulullah” Cabang Hulu Sungai Utara, Pengurus/ Penasehat Yayasan "al-Ukhuwwah" Banjang, menjadi khatib dan mengisi ceramah di berbagai majelis taklim.

Telah berpulang ke rahmatullah pada hari Jum’at, 1 Januari 2021 M pukul 13.30  wita (bertepatan dengan 17 Jumadil Awwal 1442 H).

.

Diantara kalam beliau:

“Zuhud di dunia bukan menyia-nyiakan dunia, bukan meninggalkan dunia tetapi tidak mencintai dunia. Apa yang kita kerjakan adalah kecintaan hati kita adalah untuk negeri akherat. Sehingga diatur makan untuk apa, untuk mempunyai tenaga, tenaga untuk apa untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Guring berniat supaya mengembalikan supaya dapat lagi menunaikan ibadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Semuanya berorientasi pada akherat. Seseorang bersifat zuhud pada dunia, dia tidak mencintai dunia bukan tidak boleh memiliki dunia”

“Ibadah itu suatu ungkapan atau nama yang mencakup semua perbuatan apa saja yang diredhai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, lahir dan bathin. Semuanya ibadat. Apabila gawian itu diredhai Allah dan kita tetap mengerjakannya dengan niat mendapatkan keredhaan Allah maka semuanya bernilai ibadat. Jadi kada aneh dalam kehidupan seorang muslim, bahira (maaf) ibadah, bakamih bakantut bisa jadi ibadah, makan ibadah, minum ibadah sampai berhubungan suami istri juga ibadah. Tidak sempit.”

“Orang yang tawadhu’ adalah orang yang merasakan, menyadari bahwa Allah Maha Besar, Maha Mulia, Yang Maha Tinggi itu hanaya Allah, sedangkan diri kita adalah makhluk, kita diciptakan dari tanah dan akan kembali jadi tanah. Semua yang ada pada diri kita Cuma titipan Allah yang suatu saat akan dikembalikan kepada Allah, maka apa yang pantas kita sombongkan?”

“Mun seseorang menyadari bahwa semuanya itu dari Allah, maka dia akan saqqiyah, dia akan dermawan, suka menyumbang, suka membantu orang lain, (artinya) inya kada pacangan pamalar, tapi amun inya mengakui ini usahaku, ini gawianku, ini hasil jerih payahku, orang tu biasanya hitungan”.

“Bagaimana maksud ikhlas dalam mengucap kalimat “la ilaha illallah”? Yaitu bilamana ucapan itu (dapat) mencegah dirinya, menahan dirinya, menghalangi dirinya daripada mengerjakan sesuatu yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala”

“Kalimat tayyibah (La ilaha illallah) itu harus terhunjam, harus masuk, dan tertancap, tertanam dalam relung hati, di dalam jantung kita, jadi bukan sekedar dzikir dengan lidah saja. Akar pohon yang tertanam, terhunjam ke dalam tanah adalah pohon yang baik, kuat. Apabila akarnya menimbul di atas tanah, itu pohon akan dapat tumbang bila diterpa angin. Jadi dzikir kalimat tahuid itu harus ditanamkan, dihunjamkan ke dalam jantung kedalam hati kita”

“Ibarat rumah, apabila sudah buruk kondisinya, tentulah kita berusaha untuk memperbaikinya, apakah dicat misalnya. Begitupula dengan hati dan keimanan. Apabila hati kita kotor atau iman kita melemah, seharusnyalah kita memperbaikinya”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar