KH. Sarmadi
Mawardi, Lc. S.Pd.I lahir di Amuntai, Minggu, 21
Februari 1971 M (bertepatan dengan 25 Zulhijjah 1390 H). Latar pendidikan beliau adalah dari tingkatan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) hingga Madrasah Aliyah (MA) beliau tempuh di Ponpes Rasyidiyah
Khalidiyah (Rakha) Amuntai. Setelah itu melanjutkan ke Fakultas Ushuluddin
Univ. Al-Azhar Kairo, Mesir 1998. Sepulang dari mesir menimba ilmu lagi di
Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) Amuntai jurusan Bahasa Arab 2006.
Dalam
keorganisasian beliau pernah menjadi Ketua Keluarga Mahasiswa Kalimantan Mesir
(KMKM) di Kairo tahun 1996-1997. Sekrataris MUI Kabupaten Hulu Sungai Utara periode
2010-2015.
Sejak tahun
2006 beliau ditempatkan bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Amuntai
Tengah. Beliau juga menjadi pendidik di Madrasah Aliyah Normal Islam Putra
Rakha Amuntai. Kegiatan lainnya adalah aktif mengisi Majelis Taklim “al-Ikhlas” Tangga Ulin Hilir, Majelis
Taklim “al-Ma’arif” dllsbg.
Diantara kalam beliau:
“Akhirat itu
habar bin habar, tapi habar ini karena dari Allah karena dari Rasul maka pasti
kebenarannya. Nah orang yang bisa mempercayai kepastian dari Allah dan Rasul
ini hanyalah orang yang beriman. Adapun orang orang musyrikin itu mengutamakan
dunia, itu ciri orang yang kafir. Kita pang? Kita hidup di dunia jua tetapi “yufadhilun”
tidak mengutamakan dunia. Malah orang yang imannya tinggi, dunia itu dijadikan
akherat dengan niat. Karena niat itu peranannya luar biasa besarnya. Dengan
niat itulah dunia menjadi akhirat. Walaupun gawiannya dunia tapi nilainya
akhirat. Dan memang harus kaya itu. Jangan sampai dunia tinggal dunia kadada
nang kita bawa ke akhirat”.
“Pekerjaan yang
hanya satu macam pekerjaan tapi kalau diniatkan dengan berbagai macam niat itu
bisa jadi menjadi berbagai macam pahala yang didapat dari Allah Subhanahu wa
ta’ala. Walaupun masuk masjid saja, tapi niatnya macam-macam seperti mengikut
sunnah rasul, masuk sebelah kanan, berdo’a sebelum masuk, kemudian duduk
beri’tikaf, padahal masuk ke masjid saja tapi niatnya dimacam-macamkan,
dibanyakkan, maka akan menjadi banyak pahala dan itu bernilai akhirat, bukan
dunia. Begitu juga seperti makan minum itu gawian duniawi tapi kalau kita
niatkan untuk ibadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala maka bernilai akhirat.
Ini sikap orang beriman”.
“Orang yang
tenggelam dalam dosa (‘ashiman), Nabi kita oleh Allah dilarang mengikuti
‘ashiman au kafuro, orang yang berbuat dosa atau orang yang kafir, yang
keluar dari agama islam. Jangan mengikuti kepada orang yang sudah terlanjur
kafir. Kafir ini bisa jadi mulai lahir sampai mati (kemudian) matinya dalam
keadaan kafir, ada juga orang yang lahirnya dalam keadaan mengikuti agama
ibunya, Islam, lalu kemudian sebelum habis umurnya (menjadi) kafir. Ada
juga orang nang kafir ketika lahirnya tetapi ketika sebelum habis umurnya masuk
Islam, dapat petunjuk dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Nah, yang paling
berbahaya adalah 2, (yaitu) orang yang asalnya islam lalu kafir lalu habis umur, atau orang
yang asalnya memang kafir kemudian mati dalam keadaan kafir. Nah yang bagus tu
2 jua, (yaitu) orang yang lahir dalam keadaan Islam mati dalam keadaan Islam
atau orang nang kafir kemudian masuk Islam mati dalam keadaan Islam. Jadi ada 4
macam keadaan manusia. Nabi kita di (me) larang mengikuti 2 ini, yaitu ‘ashiman
au kafuro”.
“Diterimanya
amal ibadah haji sama sekali tidak ditentukan oleh seringnya ibadah itu
dilakukannya atau jumlah biaya yang dikeluarkan bahkan bukan pula oleh jabatan
yang dimiliki seseorang. (tetapi) suatu ibadah hanya akan diterima Allah
Subhanahu wa ta’ala sesuai kadar keikhlasan niatnya”.
“Kesalahan niat
yang dilakukan dapat menghancurkan semua amal ibadah yang telah dilakukan”.
“Qudrat Allah,
kekuasaan Allah itu hanya dapat dilihat dari makhluk Allah. Kita melihat Allah
Kuasa karena melihat atsarnya, bekas kekuasaan Allah”.
“Nuh dengan
ummatnya, Luth dengan ummatnya, ummat Nabi Hud dengan umatnya, ummat Nabi
Shaleh dengan ummatnya, umat Nabi Musa dengan fir’aunnya, semuanya tu
dibinasakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Kenapa ? karena mereka mendustakan
Rasul-Rasul Allah. Sekarang rasul kadada lagi, Nabi kita sebagai nabi penutup,
lalu yang memberi peringatan siapa ? Para ulama ! Ulama ummat Nabi Muhammad
itulah yang memberi peringatan. Ketika mereka tidak mau menghiraukan dengan
peringatan para ulama,(maka) itupun juga akan diberikan pelajaran oleh Allah
Subhanahu wa ta’ala”.
“Segala siksaan
yang diberikan Allah didunia dan akherat tidak dari Allah, semuanya atas
perbuatan mereka sendiri kemudian dibalikkan kepada mereka siksanya”.
“Kehidupan yang
tidak tenang sebetulnya adalah azab dari Allah Subhanahu wa ta’ala”
“Setiap sesuatu
yang terjadi daripada siksa Allah itu semuanya sebabnya adalah dosa”.
“Paling kada baik sangu (bekal) ketika
kita nanti sampai ke akhirat yaitu ada bermusuhan dengan hamba Allah (manusia)”
Kita badosa
dengan Allah, asal hubungannya dengan Allah Subhanahuwa ta’ala, kada sembahyang
misalnya, itu masih lebih ringan daripada kita berdosa dengan manusia, satu
saja, ketika kita berhadapan dengan Allah di hari kiamat”.
“Anak yang
nakal bukan minta dimandikan dengan ulama, tetapi (hendaknya) dimandikan dengan
ilmu atau banyak-banyak belajar agama, nasehat agama”
“Dalam berkorban itu yang dituntut adalah keikhlasan”
“Harta semakin banyak dikeluarkan pada jalan kebaikan akan semakin berkah.
Berkurangnya harta akan ditutupi dengan keberkahan, dan akan dibalasdengan
pahala dari Allah Subhanahu wata’ala”
“Manusia adalah
makhluk yang berfikir. Dengan kemampuan itulah manusia bisa meraih berbagai
kemajuan, kemanfaatan, dan kebaikan. Namun, sejarah juga mencatat, bahwa tidak
sedikit manusia mengalami kesesatan dan kebinasaan akibat berfikir”.
“Tafakkur
adalah perenungan terhadap tanda-tanda kebesaran Allah Swt. Hasil tafakkur ini
akan bisa mengantarkan kita kepada kemajuan, kebaikan, ketaatan, keimanan dan
ketundukan kepada Allah Swt.”
“Termasuk bagian dari tafakkur adalah merenungkan kelalaian dan kemalasan
kita dalam beribadah kepada Allah Swt, serta keberanian kita memasuki
pintu-pintu maksiat yang dilarang Allah Swt.”
“Diantara
sebab hidup kita tidak bahagia, tidak tentram dan selalu gelisah
adalah; tertipunya kita oleh kecintaan kepada harta dan kemewahan duniawi”
“Orang-orang yang terlalu mencintai kenikmatan duniawi, akan selalu
terdorong untuk memburu segala keinginannya, meski harus menggunakan cara tidak
manusiawi atau tidak layak menurut agama”.
“Bertambahnya
harta tidak akan menghasilkan kepuasan hidup, karena keberhasilan dalam
mengumpulkan harta akan menimbulkan
harapan untuk mendapatkan harta benda baru yang lebih banyak”.
“Perasaan tidak puas atau tidak cukup dengan apa yang dimiliki adalah salah
satu penyakit jiwa yang bisa menyebabkan seseorang hilang petunjuk dalam
kehidupannya”.
“Sifat qana’ah
dianggap paling tepat dalam menyikapi dunia ini”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar