Minggu, 23 Juli 2017

KH. AHMAD MUKTI

       

KH. Ahmad Mukti lahir di desa Pajukungan, Amuntai, Kamis, 27 November 1969 M (bertepatan dengan 17 Ramadhan 1389 H). SD dan SMP beliau tempuh di desa Pajukungan, namun  untuk sekolah di SMP hanya sempat beliau jalani kurang lebih setengah tahun, karena beliau lebih tertarik untuk mempelajari ilmu agama, maka berangkatlah beliau ke Martapura untuk mondok di Ponpes “Darussalam” Martapura hingga tamat jenjang Madrasah Aliyah (1992).  
Setamat aliyah di Darussalam, beliau kemudian pindah ke kompleks Sekumpul untuk belajar secara talaqqi di Majelis “Ar-Raudhah” yang didirikan oleh KH. Zaini Ghani (Guru Sekumpul). Disamping berguru dengan KH. Zaini Ghani, dan  ulama-ulama di sekumpul seperti KH. Gusti Imansyah (Guru Murad), beliau juga berkesempatan untuk mengajar dibeberapa asrama santri yang berada di sekitar kompleks sekumpul.
Mulai tahun 1995, setelah menunaikan ibadah haji ke Mekkah, beliau kemudian mengabdikan diri menjadi tenaga pendidik di pondok pesantren “Rasyidiyah Khalidiyah” (Rakha) Amuntai.
Dan sejak tahun 2000 beliau membuka majelis pengajian di Perumahan Citra Permata Sari (CPS), yang kelak akhirnya menjadi Ponpes  Raudhatut Thalibin” yang berlokasi di  Perum Citra Permata Sari (CPS)  Sungai Malang  Kec. Amuntai Tengah (sekarang pindak ke Desa Tayur Kecamatan Amuntai Utara).
Aktifitas lain selain mengajar di beberapa majelis taklim, menjadi imam dan khatib, beliau juga dipercaya menjadi Rais Syuriah Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Hulu Sungai Utara.


Diantara kalam beliau:

“Bagi orang-orang nang handak baibadah kepada Allah, (maka) tidak ada yang lebih hebat dan yang utama daripada sifat wara’. Wara’ ini berhati-hati, jangankan yang haram, bahkan yang syubhatpun, nang halalpun dibatasinya. Hingga para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam itu, dengan yang halalpun, yang nyata-nyata halal mereka mengambilnya hanya 70 %, apalagi yang syubhat, lebih-lebih lagi yang haram mereka tidak akan mengambilnya. Ini sifat wara’”.

“Orang alim tu meskipun pensiun tetapi amal sidin kada pensiun. Itu hebatnya ulama. Berapa orang yang dilajari beliau, lewat ceramah, (kemudian) orang amalkan, (maka) dapat jua sidin. Apalagi, jika mempunyai murid, dengan mengajarkan kitab, kemudian muridnya mengajarkan lagi kitabnya, maka mendapat amal yang berganda”


“Orang alim tu keramatnya itu sebagian ilmunya, kalau dia mengajar dengan istiqamah, itu sudah… mengajarnya lillahi ta’ala, ikhlaskan niatnya, itu adalah ibadah yang sangat luar biasa. Biar nang fardlu, nang sunnat kada tapi ada, tapi inya mengajar tarus, itu nang hebat istiqamahnya, apalagi inya menyunnat banyak pulang (apalagi ibadah sunnah banyak dikerjakannya juga)”

“Kita ini, meskipun orang salah, yang penting cinta orang shaleh, insya Allah dikumpulkan dengan orang-orang shaleh. Kata Nabi, seseorang itu nanti akan dihalau kepada orang yang dicintainya. Kemana arah kita? Jadi cinta itu harus dialamatkan. Kita pasti ada mempunyai cinta, Cuma dialamatkan kemana cintanya? (maka) Tanamkan kepada diri kita sendiri, juga anak cucu kita, untuk mencintai orang shaleh”.

“(dalam peristiwa isra mi’raj,pen) Ada 4 (empat) macam yang dimasukkan ke dalam tubuh Rasulullah pada saat pembedahan dada, yaitu ‘ilm, pengetahuan agama;  hilm, sifat sabar tidak mudah emosi;  yaqin, penuh optimism dan tidak ragu; serta tawaqal, berserah diri kepada Allah. Apabila keempat hal ini kita miliki, maka kita akan selamat”

“Ukhuwah itu amalannya yang penting. Kebersamaan dalam ukhuwah itu, adalah dengan melihat kondisi orang lain yang lebih penting, itu harus. Contoh misalnya, ada saudara kita yang mabuk-mabukan, bamainan, maka harus kita dekati.Ini saudaraku.Ini artinya ukhuwah Islamiyah. Kita ingin saudara kita menjadi orang yang baik. Bukan kita saja. Tapi dia adalah saudara kita juga. (Sikap) ini yang harus kita tanamkan dalam diri kita”.

“Banyak aliran-aliran sesat (saat ini), masih ada yang jalan, bertentangan dengan faham ahlussunnah wal jama’ah. Macam-macam pendapat kalau-kalau salah. (jadi) jangan berguru di WA dan sebagainya. Atau memahami al-Qur’an dengan salah. Canggung-canggung. Ini berbahaya. Jihad yang dimaknai dengan sangat sempit dan sebagainya. Karena itu, serahkan pada ulama yang ahlinya untuk menafsirkannya. Jangan memahami ayat sepotong-sepotong.Sepenggal-sepenggal. Ini yang harus kita jaga”.

“Kita jaga ukhuwah ini dengan baik (ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariah atau insaniyah). Tapi kita jaga juga ulama-ulama kita, karena jasa-jasa tuan guru sangat besar bagi kita. Namun (dalam menjaga ulama tersebut, penulis), kita jaga juga keadaan”.


“Bershalawat kepada Kanjeng Rasul Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan tuntunan syari’at, salam kepada Nabi maka itu adalah amal yang diterima. Lebih dari itu, adalah didalamnya itu dapat menambah kecintaan, mahabbah kita kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Itulah yang dapat kita andalkan dalam beramal, meskipun dengan amal kita yang sedikit ini, kita memupuk akan kecintaan kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Para habaib, penyusun kitab-kitab maulid, guru-guru kita dahulu mereka melakukannya untuk meningkatkan kecintaan, karena apabila cinta sudah melekat akhirnya beban sunnah itu sedikit demi sedikit akan kita kerjakan”.

3 komentar: