KH. Ahmad Mukti lahir di desa Pajukungan, Amuntai, Kamis, 27 November 1969 M (bertepatan dengan 17 Ramadhan 1389 H). SD dan SMP beliau tempuh di desa Pajukungan, namun untuk sekolah di SMP hanya sempat beliau jalani kurang lebih setengah tahun, karena beliau lebih tertarik untuk mempelajari ilmu agama, maka berangkatlah beliau ke Martapura untuk mondok di Ponpes “Darussalam” Martapura hingga tamat jenjang Madrasah Aliyah (1992).
Setamat aliyah
di Darussalam, beliau kemudian pindah ke kompleks Sekumpul untuk belajar secara
talaqqi di Majelis “Ar-Raudhah” yang didirikan oleh KH. Zaini
Ghani (Guru Sekumpul). Disamping berguru dengan KH. Zaini Ghani, dan ulama-ulama di sekumpul seperti KH. Gusti
Imansyah (Guru Murad), beliau juga berkesempatan untuk mengajar dibeberapa
asrama santri yang berada di sekitar kompleks sekumpul.
Mulai tahun 1995,
setelah menunaikan ibadah haji ke Mekkah, beliau kemudian mengabdikan diri
menjadi tenaga pendidik di pondok pesantren “Rasyidiyah Khalidiyah” (Rakha)
Amuntai.
Dan sejak tahun
2000 beliau membuka majelis pengajian di Perumahan Citra Permata Sari (CPS),
yang kelak akhirnya menjadi Ponpes “Raudhatut Thalibin” yang berlokasi
di Perum Citra Permata Sari (CPS) Sungai Malang
Kec. Amuntai Tengah (sekarang pindak ke Desa Tayur Kecamatan Amuntai Utara).
Aktifitas lain
selain mengajar di beberapa majelis taklim, menjadi imam dan khatib, beliau
juga dipercaya menjadi Rais Syuriah Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Hulu Sungai
Utara.
Diantara kalam beliau:
“Bagi orang-orang nang handak baibadah kepada
Allah, (maka) tidak ada yang lebih hebat dan yang utama daripada sifat wara’.
Wara’ ini berhati-hati, jangankan yang haram, bahkan yang syubhatpun, nang
halalpun dibatasinya. Hingga para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam itu, dengan yang halalpun, yang nyata-nyata halal mereka mengambilnya
hanya 70 %, apalagi yang syubhat, lebih-lebih lagi yang haram mereka tidak akan
mengambilnya. Ini sifat wara’”.
“Orang alim tu meskipun pensiun tetapi amal sidin kada pensiun. Itu
hebatnya ulama. Berapa orang yang dilajari beliau, lewat ceramah, (kemudian)
orang amalkan, (maka) dapat jua sidin. Apalagi, jika mempunyai murid, dengan
mengajarkan kitab, kemudian muridnya mengajarkan lagi kitabnya, maka mendapat amal
yang berganda”
“Orang alim tu keramatnya itu sebagian ilmunya, kalau dia mengajar
dengan istiqamah, itu sudah… mengajarnya lillahi ta’ala, ikhlaskan niatnya, itu
adalah ibadah yang sangat luar biasa. Biar nang fardlu, nang sunnat kada tapi
ada, tapi inya mengajar tarus, itu nang hebat istiqamahnya, apalagi inya
menyunnat banyak pulang (apalagi ibadah
sunnah banyak dikerjakannya juga)”
“Kita ini, meskipun orang salah, yang penting cinta orang shaleh,
insya Allah dikumpulkan dengan orang-orang shaleh. Kata Nabi, seseorang itu
nanti akan dihalau kepada orang yang dicintainya. Kemana arah kita? Jadi cinta
itu harus dialamatkan. Kita pasti ada mempunyai cinta, Cuma dialamatkan kemana
cintanya? (maka) Tanamkan kepada diri kita sendiri, juga anak cucu kita, untuk
mencintai orang shaleh”.
“(dalam peristiwa isra mi’raj,pen) Ada 4 (empat) macam yang
dimasukkan ke dalam tubuh Rasulullah pada saat pembedahan dada, yaitu ‘ilm,
pengetahuan agama; hilm,
sifat sabar tidak mudah emosi; yaqin,
penuh optimism dan tidak ragu; serta tawaqal, berserah diri
kepada Allah. Apabila keempat hal ini kita miliki, maka kita akan selamat”
“Ukhuwah itu amalannya yang penting.
Kebersamaan dalam ukhuwah itu, adalah dengan melihat kondisi orang lain yang
lebih penting, itu harus. Contoh misalnya, ada saudara kita yang mabuk-mabukan,
bamainan, maka harus kita dekati.Ini saudaraku.Ini artinya ukhuwah Islamiyah.
Kita ingin saudara kita menjadi orang yang baik. Bukan kita saja. Tapi dia
adalah saudara kita juga. (Sikap) ini yang harus kita tanamkan dalam diri
kita”.
“Banyak aliran-aliran sesat (saat ini), masih
ada yang jalan, bertentangan dengan faham ahlussunnah wal jama’ah. Macam-macam
pendapat kalau-kalau salah. (jadi) jangan berguru di WA dan sebagainya. Atau
memahami al-Qur’an dengan salah. Canggung-canggung. Ini berbahaya. Jihad yang
dimaknai dengan sangat sempit dan sebagainya. Karena itu, serahkan pada ulama
yang ahlinya untuk menafsirkannya. Jangan memahami ayat sepotong-sepotong.Sepenggal-sepenggal.
Ini yang harus kita jaga”.
“Kita jaga ukhuwah ini dengan baik (ukhuwah
Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariah atau insaniyah). Tapi kita
jaga juga ulama-ulama kita, karena jasa-jasa tuan guru sangat besar bagi kita.
Namun (dalam menjaga ulama tersebut, penulis), kita jaga juga keadaan”.
“Bershalawat kepada Kanjeng Rasul Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan tuntunan syari’at, salam kepada Nabi
maka itu adalah amal yang diterima. Lebih dari itu, adalah didalamnya itu dapat
menambah kecintaan, mahabbah kita kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam. Itulah yang dapat kita andalkan dalam beramal, meskipun
dengan amal kita yang sedikit ini, kita memupuk akan kecintaan kepada
Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Para habaib, penyusun kitab-kitab
maulid, guru-guru kita dahulu mereka melakukannya untuk meningkatkan kecintaan,
karena apabila cinta sudah melekat akhirnya beban sunnah itu sedikit demi
sedikit akan kita kerjakan”.
Mau chet sama admin
BalasHapusTafadhal
HapusMasyaallah infonya
BalasHapus